Ciamis (LawuPost.Com) Berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peseta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Guna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja namun diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat (termasuk keluarga) dan pihak swasta, atau dikenal dengan “The Third Way”.
Dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 56 ayat 3 dijelaskan bahwa komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, Keberadaan Komite Sekolah diawali pada tahun 1993 melalui Permendikbud nomor 0293/U/1993 dengan nama Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3), kemudian pada tahun 2002 permen tersebut diganti dengan Permendiknas nomor 044 yang terdiri dari empat pasal tidak dijelaskan mengenai peran, fungsi dan tanggung jawab, baik dewan pendidikan maupun komite sekolah, sehingga bukan tidak mungkin dalam pelaksanaan program kerja, komite sekolah hanya meraba-raba berdasarkan permen tersebut.
Kenyataan di lapangan keberadaan komite skolah telah banyak peran dan kinerjanya dalam membantu lembaga pendidikan dalam melaksanakan program-program pendidikan di sekolah, namun demikian tidak sedikit kritik dan nada sumbang dilontarkan sebagian masyarakat bahwa keberadaan komite sekolah hanya sebagai tukang “stempel” kepala sekolah dalam melegalkan pungutan sah dan hanya dibutuhkan saat akan melakukan pungutan kepada orang tua siswa.
Menyikapi maraknya pro dan kontra tentang komite sekolah. Kemendikbud Muhadjir Effendy telah mengganti Permen nomor 44 dengan keluarnya Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah Yang terdiri dari 16 pasal dan ditandatangani pada bulan Desember 2016. Permen tersebut mungkin sudah sampai ke sekolah atau pengurus komite sekolah, namun belum tentu permen tersebut sudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat atau orangtua siswa secara luas, sehingga diperlukan sosialisasi agar semua pihak mengetahui dan memahami tentang peran dan tanggung jawabnya dalam membantu kelancaran program pendidikan di sekolah.
Pemahaman sebagian besar masyarakat mempunyai anggapan bahwa benar kalau sekolah khususnya pendidikan dasar tidak boleh memungut biaya apapun dari orang tua siswa, sehingga untuk menyiasati kebutuhan program sekolah yang tidak ada anggarannya tau masih minim dari pemerintah, komite sekolah dengan seizin kepala sekolah melaksanakan “iuran” atau “pungutan” unik memenuhi kebutuhan program sekolah.
Komite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan dan berkebudayaan di tiap sekolah dengan fungsinya dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan secara gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel.
Dalam melaksanakan fungsinya, komite sekolah bertugas untuk memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan terkait : 1) kebijakan dan program sekolah; 2) RAPBS/RKAS; 3) kriteria kinerja sekolah; 4) kriteria fasilitas pendidikan di sekolah; 5) kriteria kerja sama sekolah dengan pihak lain. b. Menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif. c. mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. menindaklanjuti keluhan, saran, kritik dan aspirasi dari peserta didik, orang tua/wali, dan masyarakat serta hasil pengamatan komite sekolah atas kinerja sekolah.
Berdasarkan fungsi tersebut, jelaslah bahwa komite sekolah tidak hanya dibutuhkan saat akan melaksanakan pungutan/iuran kepada orang tua siswa tetapi sangat jauh lebih luas termasuk dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada sekolah dalam membuat perencanaan program maupun anggaran. Pada pasal 10 dijelaskan bahwa komite sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Ada tiga istilah dalam dunia pendidikan yang berkaitan dengan penarikan uang, 1. Bantuan pendidikan; 2. Pungutan pendidikan; 3. Sumbangan pendidikan. Butir 1 dan 2 bukan kewenangan komite sekolah, tetapi butir 3 yaitu Sumbangan Pendidikan yang memiliki arti pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Berdasarkan penjelasan tersebut jelaslah bahwa komite sekolah tidak boleh melakukan pungutan tetapi boleh menerima bantuan sumbangan. Mengacu kepada pengertian tersebut, apabila komite meminta sumbangan atau bantuan kepada orang tua tentu tidak dapat dipukul rata, disesuaikan dengan kondisi ekonomi orang tua, yang mampu dapat menyumbang lebih, yang tidak mampu dapat menyumbang sekemampuannya bahkan kalau tidak mampu tidak.
Dalam pasal lain, mungkin karena sulit mencari figur atau sulit mencari orangtua yang bersedia duduk di dalam kepengurusan komite sekolah, saat ini jabatan komite sekolah sudah dijabat bertahun-tahun bahkan belasan atau puluhan tahun tidak ada pergantian. Hal tersebut sangat dimaklumi. Oleh karena itu, dalam Pasal 14 dijelaskan bahwa komite sekolah yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap diakui dan dalam jangka waktu paling lama 1 tahun harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini.
Masa jabatan keanggotaan komite sekolah paling lama 3 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan dengan jumlah kepengurusan 5 sampai 15 orang. Komposisi kepengurusan terdiri dari orangtua/wali siswa yang masih aktif paling banyak 50%, tokoh masyarakat baik sebagai anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan, tidak termasuk anggota/pengurus organisasi profesi pendidik dan pengurus partai politik paling banyak 30%, pakar pendidikan seperti pensiunan tenaga pendidik; dan/atau orang yang memiliki pengalaman di bidang pendidikan paling banyak 30%, sehingga total tidak melebihi 100%. Pasal 4 ayat 3 menjelaskan bahwa anggota komite sekolah tidak dapat berasal dari unsur : a. pendidikan dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan; b. penyelenggara sekolah yang bersangkutan; c. pemerintah desa; d. forum koordinasi pimpinan kecamatan; e. forum koordinasi pimpinan daerah; f. anggota DPRD; dan/atau g. pejabat pemerintah/pemerintah daerah yang membidangi pendidikan.
Kepengurusan komite terutama ketua diutamakan dari orang tua siswa yang masih aktif belajar dan ditetapkan oleh kepala sekolah melalui mekanisme pemilihan yang demokratis.
Sebagai revitalisasi kepengurusan komite sekolah yang didasarkan pada Permendikbud nomor 75 tahun 2016, semua komponen pengurus harus memahami mekanisme organisasi dalam melaksanakan peran, fungsi dan tanggung jawabnya. Pertama harus selalu berkoordinasi dengan sekolah, dewan pendidikan dan “stakeholder” lainnya; kedua, melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan; ketiga, harus membuat proposal yang diketahui oleh sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat. Hasil penggalangan dana dibukukan pada rekening bersama antara komite sekolah dan sekolah; keempat hasil penggalangan dana dapat digunakan antara lain : a. menutup kekurangan biaya satuan pendidikan; b. pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan; c. pengembangan sarana prasarana; dan d. pembiayaan kegiatan operasional komite sekolah dilakukan secara wajar dan harus dipertanggungjawabkan secara transparan.
Sedangkan penggunaan hasil penggalangan dana oleh sekolah harus: a. mendapat persetujuan dari komite sekolah; b. dipertanggungjawabkan secara transparan; dan c. dilaporkan kepada komite sekolah. Ada pasal khusus berkaitan dengan sumbangan dana dari pihak perusahaan yang tidak boleh yaitu dari perusahaan rokok perusahaan minuman yang beralkohol.
Permasalahan yang dihadapi sekolah secara umum terutama di daerah adalah sarana untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) Metode UN seperti ini sangat efektif dan efisien dari sisi keamanan, kejujuran dan pelaksanaan, namun belum semua sekolah SMP terutama memiliki sarana komputer yang lengkap dan memenuhi kriteria persyaratan UN, ditambah lagi jaringan internet yang tidak stabil.
Masalah lain dengan berpindahnya pengelolaan pendidikan menengah ke Provinsi, komite sekolah harus terus mengadvokasi pihak Pemkab/Pemkot agar tidak menghentikan atau mengurangi bantuan yang selama ini diberikan, karena dengan adanya bantuan dari Pemkab/Pemkot dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Penulis Koordinator IPKB Wilayah Priangan Timur
sekaligus Pemerhati Pendidikan Kabupaten Ciamis
Dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 56 ayat 3 dijelaskan bahwa komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, Keberadaan Komite Sekolah diawali pada tahun 1993 melalui Permendikbud nomor 0293/U/1993 dengan nama Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3), kemudian pada tahun 2002 permen tersebut diganti dengan Permendiknas nomor 044 yang terdiri dari empat pasal tidak dijelaskan mengenai peran, fungsi dan tanggung jawab, baik dewan pendidikan maupun komite sekolah, sehingga bukan tidak mungkin dalam pelaksanaan program kerja, komite sekolah hanya meraba-raba berdasarkan permen tersebut.
Kenyataan di lapangan keberadaan komite skolah telah banyak peran dan kinerjanya dalam membantu lembaga pendidikan dalam melaksanakan program-program pendidikan di sekolah, namun demikian tidak sedikit kritik dan nada sumbang dilontarkan sebagian masyarakat bahwa keberadaan komite sekolah hanya sebagai tukang “stempel” kepala sekolah dalam melegalkan pungutan sah dan hanya dibutuhkan saat akan melakukan pungutan kepada orang tua siswa.
Menyikapi maraknya pro dan kontra tentang komite sekolah. Kemendikbud Muhadjir Effendy telah mengganti Permen nomor 44 dengan keluarnya Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah Yang terdiri dari 16 pasal dan ditandatangani pada bulan Desember 2016. Permen tersebut mungkin sudah sampai ke sekolah atau pengurus komite sekolah, namun belum tentu permen tersebut sudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat atau orangtua siswa secara luas, sehingga diperlukan sosialisasi agar semua pihak mengetahui dan memahami tentang peran dan tanggung jawabnya dalam membantu kelancaran program pendidikan di sekolah.
Pemahaman sebagian besar masyarakat mempunyai anggapan bahwa benar kalau sekolah khususnya pendidikan dasar tidak boleh memungut biaya apapun dari orang tua siswa, sehingga untuk menyiasati kebutuhan program sekolah yang tidak ada anggarannya tau masih minim dari pemerintah, komite sekolah dengan seizin kepala sekolah melaksanakan “iuran” atau “pungutan” unik memenuhi kebutuhan program sekolah.
Komite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan dan berkebudayaan di tiap sekolah dengan fungsinya dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan secara gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel.
Dalam melaksanakan fungsinya, komite sekolah bertugas untuk memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan terkait : 1) kebijakan dan program sekolah; 2) RAPBS/RKAS; 3) kriteria kinerja sekolah; 4) kriteria fasilitas pendidikan di sekolah; 5) kriteria kerja sama sekolah dengan pihak lain. b. Menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif. c. mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. menindaklanjuti keluhan, saran, kritik dan aspirasi dari peserta didik, orang tua/wali, dan masyarakat serta hasil pengamatan komite sekolah atas kinerja sekolah.
Berdasarkan fungsi tersebut, jelaslah bahwa komite sekolah tidak hanya dibutuhkan saat akan melaksanakan pungutan/iuran kepada orang tua siswa tetapi sangat jauh lebih luas termasuk dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada sekolah dalam membuat perencanaan program maupun anggaran. Pada pasal 10 dijelaskan bahwa komite sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Ada tiga istilah dalam dunia pendidikan yang berkaitan dengan penarikan uang, 1. Bantuan pendidikan; 2. Pungutan pendidikan; 3. Sumbangan pendidikan. Butir 1 dan 2 bukan kewenangan komite sekolah, tetapi butir 3 yaitu Sumbangan Pendidikan yang memiliki arti pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Berdasarkan penjelasan tersebut jelaslah bahwa komite sekolah tidak boleh melakukan pungutan tetapi boleh menerima bantuan sumbangan. Mengacu kepada pengertian tersebut, apabila komite meminta sumbangan atau bantuan kepada orang tua tentu tidak dapat dipukul rata, disesuaikan dengan kondisi ekonomi orang tua, yang mampu dapat menyumbang lebih, yang tidak mampu dapat menyumbang sekemampuannya bahkan kalau tidak mampu tidak.
Dalam pasal lain, mungkin karena sulit mencari figur atau sulit mencari orangtua yang bersedia duduk di dalam kepengurusan komite sekolah, saat ini jabatan komite sekolah sudah dijabat bertahun-tahun bahkan belasan atau puluhan tahun tidak ada pergantian. Hal tersebut sangat dimaklumi. Oleh karena itu, dalam Pasal 14 dijelaskan bahwa komite sekolah yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap diakui dan dalam jangka waktu paling lama 1 tahun harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini.
Masa jabatan keanggotaan komite sekolah paling lama 3 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan dengan jumlah kepengurusan 5 sampai 15 orang. Komposisi kepengurusan terdiri dari orangtua/wali siswa yang masih aktif paling banyak 50%, tokoh masyarakat baik sebagai anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan, tidak termasuk anggota/pengurus organisasi profesi pendidik dan pengurus partai politik paling banyak 30%, pakar pendidikan seperti pensiunan tenaga pendidik; dan/atau orang yang memiliki pengalaman di bidang pendidikan paling banyak 30%, sehingga total tidak melebihi 100%. Pasal 4 ayat 3 menjelaskan bahwa anggota komite sekolah tidak dapat berasal dari unsur : a. pendidikan dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan; b. penyelenggara sekolah yang bersangkutan; c. pemerintah desa; d. forum koordinasi pimpinan kecamatan; e. forum koordinasi pimpinan daerah; f. anggota DPRD; dan/atau g. pejabat pemerintah/pemerintah daerah yang membidangi pendidikan.
Kepengurusan komite terutama ketua diutamakan dari orang tua siswa yang masih aktif belajar dan ditetapkan oleh kepala sekolah melalui mekanisme pemilihan yang demokratis.
Sebagai revitalisasi kepengurusan komite sekolah yang didasarkan pada Permendikbud nomor 75 tahun 2016, semua komponen pengurus harus memahami mekanisme organisasi dalam melaksanakan peran, fungsi dan tanggung jawabnya. Pertama harus selalu berkoordinasi dengan sekolah, dewan pendidikan dan “stakeholder” lainnya; kedua, melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan; ketiga, harus membuat proposal yang diketahui oleh sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat. Hasil penggalangan dana dibukukan pada rekening bersama antara komite sekolah dan sekolah; keempat hasil penggalangan dana dapat digunakan antara lain : a. menutup kekurangan biaya satuan pendidikan; b. pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan; c. pengembangan sarana prasarana; dan d. pembiayaan kegiatan operasional komite sekolah dilakukan secara wajar dan harus dipertanggungjawabkan secara transparan.
Sedangkan penggunaan hasil penggalangan dana oleh sekolah harus: a. mendapat persetujuan dari komite sekolah; b. dipertanggungjawabkan secara transparan; dan c. dilaporkan kepada komite sekolah. Ada pasal khusus berkaitan dengan sumbangan dana dari pihak perusahaan yang tidak boleh yaitu dari perusahaan rokok perusahaan minuman yang beralkohol.
Permasalahan yang dihadapi sekolah secara umum terutama di daerah adalah sarana untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) Metode UN seperti ini sangat efektif dan efisien dari sisi keamanan, kejujuran dan pelaksanaan, namun belum semua sekolah SMP terutama memiliki sarana komputer yang lengkap dan memenuhi kriteria persyaratan UN, ditambah lagi jaringan internet yang tidak stabil.
Masalah lain dengan berpindahnya pengelolaan pendidikan menengah ke Provinsi, komite sekolah harus terus mengadvokasi pihak Pemkab/Pemkot agar tidak menghentikan atau mengurangi bantuan yang selama ini diberikan, karena dengan adanya bantuan dari Pemkab/Pemkot dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Penulis Koordinator IPKB Wilayah Priangan Timur
sekaligus Pemerhati Pendidikan Kabupaten Ciamis
Posting Komentar