Drs. Yus Rusnaya adalah Putra dari (Alm) Bapak Suwardi Perintis Stadion Sangkuriang saat berbincang bincang dengan Tabloid Cerdas beliau menceritakan sejarah singkat Stadion Sangkuriang Cimahi.
CIMAHI – (LawuPost.Com) Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam, sehingga negara kita menjadi incaran negara - negara lain, diantaranya negara Belanda dan Negara Jepang.
Saat Jepang menginvasi Indonesia, negeri kita ini masih menjadi negara di bawah penjajahan Belanda.
Pada saat itu pemerintahan Kolonial Hindia Belanda menguasai seluruh kekayaan alam yang dimiliki Indonesia.
Tujuan yang sama juga di lalukan oleh Jepang, menduduki Indonesia untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi untuk mendukung tentara perang Jepang serta mendukung industrinya.
Untuk menggapai rencana dan tujuan tersebut, Jepang menempatkan pasukanannya di beberapa Provinsi termasuk di Provinsi Jawa Barat termasuk di wilayah Cimahi.
Untuk mendukung rencana tersebut Jepang harus memiliki tempat yang luas untuk menyimpan perbekalan persenjataan.
Jepang menduduki Cimahi pada awal tahun 1942, Kapten Yamaguchi yang menjadi komandan militer Jepang Garnisun Cimahi memanggil Sonco (Camat) Cimahi Rd. Endon Purawikarta ke kantornya dan meminta untuk membuat lapangan yang luasnya harus lebih dari satu hektar, dengan alasan kalau lapangan kurang satu hektar terlalu sempit untuk dipergunakan, baik upacara-upacara maupun olahraga.
"Karena pada masa Jepang menduduki wilayah Cimahi, banyak sekali kegiatan upacara - upacara dan olahraga sampai ke desa-desa.
Setelah menerima perintah dari Kapten Tamagutchi, Rd.Endon Purawikarta memanggil lurah - lurah Se-kecamatan Cimahi yang banyaknya 14 desa, yaitu
1. Desa Cilame 2. Ciledug (sekarang Tanimulya) 3. Cipageran 4. Citeureup 5. Cibabat 6. Pasirkaliki 7. Cimahi 8. Gunung Bohong (sekarang Padasuka) 9. Boros 10. Cigugur 11. Melong 12. Cibeureum 13. Maleber dan 14. Cijerah.
Selain ke-14 lurah, diundang juga beberapa orang tokoh terkemuka yang ada di kecamatan Cimahi diantaranya dr. Sanitiaoso dan E. Suwardi bapak dari yang beralamat Jl. Purbasari dalam II No. 29 Rt 01/Rw V Cipageran Cimahi
Setelah diadakan tukar pikiran dengan semua yang hadir maka menghasilkan beberapa keputusan : 1. Menerima dan menyetujui permintaan Kapten Yamaguchi untuk membuat lapangan olahraga seluas satu hektar.
2. Menyusun sebuah team pelaksana yang diketahui Sancho (Camat) Rd. Endon Purawikarta.
3. Lapangan dicarikan tidak jauh dari alun-alun maksimal radius 1(satu) km dari alun-alun.
4. Tanah buat lapangan dibeli secara gotong royong dari rakyat 14 Desa se - kecamatan Cimahi.
5. Pekerjaan, pemerataan lapangan maupun pengurugan dilakukan secara kinrohosi (gotong royong) oleh rakyat tanpa diberi upah.
Hasilnya setelah diadakan penelitian (survey) maka diambil keputusan bahwa tanah lapang yang ditetapkan lokasinya adalah di kampung Cisangkan Desa Gunung Bohong (sekarang Padasuka) letaknya 1 km dari alun-alun Cimahi luasnya kurang lebih satu hektar dan harga belum di ketahui karena harus dirundingkan dengan Sdr. Bece pemilik sawah itu.
Soncho (Camat) Rd. Endon Purawikarta langsung memerintahkan kepala - kepala desa untuk melakukan pemungutan uang dari rakyat di desa-desa, dengan alasan untuk kepentingan perang Asia Timur Raya dan untuk kepentingan rakyat sendiri.
Dalam waktu singkat uang terkumpul sekitar 5500 gulden (Lima ribu lima ratus) gulden. Dengan catatan waktu Jepang mulai menjajah kita, uang golden (Belanda) masih berlaku (dipergunakan) dan nilainya masih tinggi, sebagai ukuran harga beras waktu itu masih Rp. 5/ liter.
Uang 5500 gulden itu terbilang besar nilainya, ketika itu Camat Rd. Purawikarta segera memanggil pemilik sawah (saudara Bece) untuk datang ke kantor kecamatan Cimahi. Selanjutnya setelah ada pembicaraan beberapa saat uang sebesar 5.500 gulden diserahkan kepada pemilik sawah. Ini terjadi pada tahun 1942, setelah penyerahan uang itu maka dimulailah pengerjaan meratakan sawah itu untuk di jadikan lapang.
Rakyat 14 desa se kecamatan Cimahi dikerahkan untuk membuat lapang seluas kurang lebih 1 hektar istilahnya kinrohosi atau gotong royong secara sukarela Itulah sebabnya lapangan itu dinamakan lapang sukarela.
Ada dua sebab dinamakan sukarela ialah :
1. Tanah itu dibeli secara gotong royong dengan uang sukarela oleh rakyat se-kecamatan Cimahi.
2. Lapang itu dibuat secara kinrohosi oleh rakyat 14 Desa itu dengan tidak dibayar dan tidak diberi makan.
Warga Cimahi bisa mempergunakan lapang itu untuk macam-macam olahraga seperti, sepakbola, atletik, taiso dan upacara - upacara resmi.
Sekolah - sekolah sekitar Cimahi dapat mempergunakan lapangan itu, tetapi tidak berlangsung lama karena dengan tiba-tiba tanpa pemberitahuan dulu baik kepada pemerintah setempat Camat, Lurah maupun masyarakat, lapangan Sangkuriang tersebut sudah dipenuhi alat-alat perang, terutama senjata Luchdool (meriam penangkis serangan udara) dan alat perang yang lainnya yang sangat menyeramkan.
Rakyat tidak berani menanyakan kepada tentara Jepang maupun kepada Camat, hanya perkiraan saja mungkin penyediaan alat - alat perang itu untuk mengadakan pertahanan serangan balik dari sekutu, sampai perang dunia kedua berakhir pada tahun 1945 alat - alat perang itu masih bertumpuk disitu (red.lapang sangkuriang) dan beberapa saat setelah selesai perang barulah diangkat dan dibersihkan.
Keadaan setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sampai dengan tahun 1948 lapangan praktis tidak digunakan pertalian situasi revolusi, pengungsian dan lain-lain.
Pada awal 1948 rakyat yang mengungsi berangsur kembali dan lapangan mulai dipergunakan oleh rakyat untuk kepentingan olahraga, terutama sepak bola.
Wedana pendudukan R.Witular dan Camat pendudukan R.H Ukasah Affandi berusaha menggerakkan masyarakat untuk menggunakan lapang itu, bahkan usaha kedua pejabat itu lapangan pernah di tutup dengan bilik/gedeg bambu untuk kepentingan sepakbola.
Seperti keadaan sebelumnya klub-klub sepakbola bermunculan, tiap desa mempunyai klub sepakbola dan di pimpin langsung oleh para lurah. Tiap minggu klub-klub dari tiap desa di pertandingan di lapangan sukarela.
Lapangan sukarela semakin terkenal ke tiap daerah, seringkali mendatang kesebelasan luar daerah untuk bertanding di lapangan ini.
Selain dari setiap desa, khususnya untuk Kota Cimahi permunculan klub - klub sepakbola diantaranya, Ps. Porap, Pusaka, Satria, Bintang Terang, IPPT, Pakusari dan lain lain kurang lebih 10 klub.
Hingga muncul dari Cimahi pemain - pemain sepakbola yang terpilih menjadi pemain Persib antara lain Rahmat, Wagiman, Ruwenda, Freddy, Timisela, Belayar, Smith, Amung, Yahya, Nandang dll.
Bahkan ada beberapa yang terpilih menjadi pemain Nasional antara lain, Freddy, Timisela, Yachya, Wagiman, Nandang dan Amung. Malah Yachya dan Amung memperkuat PSSI ketika Olimpiade di Melburne th 1956 yang terkenal bisa menahan Rusia dengan Skor draw 0 - 0 walaupun akhirnya pada pertandingan ulang dikalahkan 4 - 0.
Pada tahun 1974, dalam sejarah sepak bola Indonesia lapangan tersebut dijadikan homebase-nya perserikatan Kabupaten Bandung, Persikab (Persatuan Sepak bola Indonesia Kabupaten Bandung). Hal itu dapat dimaklumi karena Cimahi masih menjadi Kota administratif masih menjadi bagian dari Kabupaten Bandung dan lapangan tersebut diresmikan oleh Bupati R.H Lili Somantri dan berubah nama.
Semula bernama Sukarela berganti menjadi Stadion Sangkuriang dan pergantian tersebut tidak melalui musyawarahkan dulu dengan masyarakat Cimahi.
Menurut catatan sejarah, pada saat peresmian lapangan tersebut Bupati Kabupaten Bandung juga memberikan piagam penghargaan kepada Suwardi atas jasa - jasanya yang telah di berikan kepada masyarakat dan pememerintah Daerah Kabupaten Bandung sebagai perintis Stadion Sangkuriang Kabupaten Bandung. ***
Team Redaksi www.lawupost.com
Tatang / Wahyudi
Posting Komentar