Tambolaka, Sumba Barat Daya, NTT - (LawuPost.Com) Hasil
penelitian ACDP (Education Sector Analytical and Capacity Development)
Indonesia 2016 menunjukkan jumlah guru yang tidak terlatih cukup
tinggi di Sumba. Situasi ini diperburuk dengan distribusi
guru dengan kualifikasi S1 atau guru PNS yang tidak merata. Situasi ini
juga sama buruknya untuk kepala sekolah. “Hasil penelitan ini
menunjukkan bahwa kualitas guru karena kurang pelatihan, kualifikasi
dan latar belakang pendidikan menjadi masalah yang harus
dipecahkan di Sumba,” ujar Fadil, salah satu District Facilitator
INOVASI untuk Sumba Barat Daya penyelenggara kegiatan Workshop
Sosialisasi Program Rintisan Guru BAIK di hotel Sinar Tambolaka, Rabu
(3/2)
Menurut Fadil, program rintisan guru BAIK (Belajar,
Aspiratif, Inklusif dan Kontekstual) yang diselenggarakan INOVASI untuk
Sumba Barat Daya berusaha ikut memberikan sumbangsih menjawab tantangan
itu.
Program ini berusaha meningkatkan kualitas para
guru mitra dengan beberapa workshop yang sekaligus menjadi ajang
pelatihan yang akan diadakan secara berseri disertai
pendampingan-pendampingan. “Program rintisian ini lahir, salah
satunya,
dilatarbelakangi hasil dari penelitian ACDP tersebut,” ujar Fadil
“Selama workshop yang akan kita lakukan beberapa
kali ke depan, para guru, sesuai dengan pendekatan PDIA (Problem Driven
Iterative Adaptation) akan memperoleh dukungan untuk menemukan sendiri
masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi
siswanya di ruang kelas, diajak mengembangkan instrument-instrument
pembelajaran untuk menjawab masalah tersebut, menguji, meninjau kembali
dan melakukan uji coba berbagai solusi strategi yang berbeda-beda. Yang
paling efektif akhirnya akan ditularkan ke
yang lain,” ujarnya lebih lanjut.
Workshop Sosialisasi program Guru BAIK yang
diselenggarakan oleh program pendidikan INOVASI tersebut menghadirkan
dua belas kepala sekolah mitra, empat ketua KKG (Kelompok Kerja Guru),
beberapa pengawas dari kecamatan Loura dan Kecamatan
Wewewa Tengah, Sumba Barat Daya dan difasilitasi langsung oleh
fasilitator-fasilitator daerah Sumba Barat Daya. “Kita lakukan
sosialisasi ini agar para guru yang menjadi mitra kita nanti
mendapatkan dukungan maksimal dari kepala sekolah, pengawas dan ketua
KKG,” ujar Fadil
Berdasarkan penelitian ACDP tahun 2016 tersebut,
tingkat mengulang kelas cukup tinggi untuk kelas II di Sumba secara
keseluruhan, yaitu kisaran 12 – 21 persen. Menurut Senza, District
Facilitator Sumba Barat yang lain, hal tersebut tentu
saja berhubungan dengan kualitas guru dalam mengajar. “Kalau tidak ada
intervensi pelatihan kepada guru dan dukungan kepala sekolah yang
maksimal terhadap guru, akan sulit meningkatkan kualitas pembelajaran di
kelas,” ujarnya.
Program GURU BAIK yang dilaksanakan di Sumba
diusahakan bisa meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa kelas
awal di Sumba yang menurut penelitian ACDP juga cukup mengkhawatirkan.
Sebanyak 30 persen anak-anak kelas 2 yang diteliti
oleh program itu pada tahun 2016 ternyata mengalami kesulitan membaca.
“Siswa di kelas awal yang kurang bisa membaca cenderung akan mengalmi
ketertinggalan pelajaran pada kelas-kelas berikutnya. Efeknya akan bisa
berantai. Kita harapkan nanti dengan program
ini, akan muncul solusi lokal untuk mengatasi hal tersebut,” ujar
Senza.
Kepala Sekolah SD Negeri Mawo Maliti, Mikael S.
Nanga menyambut baik program yang akan segera dimulai tersebut.
“Program peningkatan mutu guru sangat penting dilakukan di Sumba dan
semoga selalu berkelanjutan,” ujarnya.
Program guru BAIK di Sumba Barat Daya saat ini
bermitra dengan 12 sekolah. Ke depan diproyeksikan ditambah dengan 13
sekolah, sehingga total yang diharapkan nantinya 25 sekolah. Program
akan berlangsung sampai akhir 2019.(Red)