Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (LawuPost.Com) Hari ini
di SDN Kadahang, Kecamatan Haharu, Sumba Timur ada yang berbeda dari
hari-hari sebelumnya. Kalau sebelumnya anak-anak belajar dengan
pengantar bahasa Indonesia yang diselangselingi bahasa
daerah, hari ini tidak.
Pada sesi pertama, mereka diajar dengan bahasa
daerah yaitu bahasa Kapunduk secara penuh lebih kurang 35-45 menit.
Guru sama sekali tidak menggunakan bahasa Indonesia. Setelah anak-anak
dianggap memahami materi yang diajarkan, guru
baru menggunakan Bahasa Indonesia dengan materi yang sama dan durasi
waktu yang sama pula. Sehingga satu materi, diajarkan dengan dua bahasa
berbeda, namun secara bergantian dengan alokasi waktu sendiri-sendiri.
“Kegiatan seperti ini benar-benar baru kami
lakukan. Mengajar materi yang sama dengan dua bahasa yang masing-masing
bahasa harus dipakai secara penuh, tidak selang seling. Biasanya kami
mencampur-campur saja, atau langsung menerjemahkan
saja ke bahasa daerah, kalau kami rasa siswa tidak mengerti pelajaran
kalau disampaikan dalam bahasa Indonesia,” ujar Ana, salah satu guru
yang mempraktekkan mengajar dengan cara baru tersebut di SD Kadahang.
Menurut ibu Kartini, yang juga praktik menggunakan
cara baru tersebut di kelas tiga, dia sempat kebingungan. “Saya sempat
bingung membahasakan dalam bahasa Kapunduk kata ‘persegi panjang’.
Namun akhirnya saya temukan padanannya. Saya
tunjuk meja sambil berkata hakalo kamale dan para siswa ternyata mengerti,” ujarnya.
Hal yang sama juga dirasakan juga oleh Ibu Omi,
“Kami jadinya harus banyak menggunakan bahasa kapunduk yang kadang
jarang kami pakai. Dengan cara ini, kami juga harus belajar banyak
bahasa kami sendiri,” ujarnya.
Metode baru mengajar bergantian memakai dua bahasa
ini merupakan salah satu strategi yang dikenalkan INOVASI agar siswa
menangkap pelajaran lebih baik, mendukung Dinas Pendidikan Sumba Timur
untuk meningkatkan kualitas siswa di daerah tersebut.
“Hal ini agar siswa lebih cepat menangkap
konsep-konsep dasar yang termuat dalam pelajaran, berinteraksi dengan
guru dan teman-temannya juga lebih intens karena tidak ada hambatan
kebahasaan, dan mampu mengerjakan lembar kerja dengan lebih
baik,” ujar Johnny Tjia, PhD, ahli linguistik yang menjadi narasumber
kegiatan INOVASI untuk kegiatan transisi bahasa pembelajaran di Sumba
Timur baru-baru ini.
Menurutnya efektifitas penggunaan metode tersebut
telah terbukti di banyak negara. Pengulangan pembelajaran dengan dua
bahasa yang berbeda yang dilakukan akan memperkuat anak semakin
mengerti. “Anak-anak memang fitrahnya belajar lewat
pengulangan-pengulangan atau repetisi. Pengulangan akan memperkuat apa
yang telah dipelajari sebelumnya, dan akan membuat siswa juga menguasai
bahasa keduanya secara lebih sempurna,” ujarnya kembali.
Menurut Yermias Umbu Hiwa Wunu, yang telah
melakukan praktik mengajar bergantian dengan ibu Ina di SD Kadahang
cara ini dia saksikan lebih cepat membuat anak mengerti pelajaran lebih
cepat. “Karena menggunakan bahasa daerah, mereka menjadi
mudah lebih paham ketika kami ajar mengenai persegi panjang. Nalar
mereka juga cepat menangkap. Saat sesi kedua dengan materi yang sama
tapi menggunakan bahasa Indonesia, pengetahuan mereka juga semakin
dikuatkan,” ujarnya.
Menurut Johnny, hal yang tak kalah penting
diperhatikan agar siswa cepat menangkap pembelajaran dan menguasai
bahasa baru adalah siswa benar-benar terlibat dalam pembelajaran.
“Pembelajarannya harus bersifat aktif dan
kontekstual. Transisi bahasa dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia akan
sulit dilakukan dengan cepat kalau guru hanya menggunakan metode
ceramah dalam mengajar. Anak-anak dengan cara demikian akan
pasif dan tidak bisa mengeluarkan semua potensinya, baik potensi
pengetahuan maupun kebahasaannya. Kalau mereka gunakan metode siswa
berkelompok, melakukan presentasi, melakukan percobaan dan menemukan
sendiri berbagai pengetahuan, mereka akan cepat menangkap
pelajaran dan juga cepat menguasai bahasa baru,” ujarnya.
Para peserta workshop yang terdiri para guru,
kepala sekolah, komite dan para fasda pada akhirnya menyepakati bahwa
tiga sekolah yaitu SD Kadahang, SD Wunga dan SD Kapunduk yang menjadi
rintisan program akan melakukan metode tersebut mencoba
menerapkannya selama satu bulan untuk diuji lebih jauh tingkat
efektifitasnya.(Red)