Banjar (LawuPost) - Bisa berangkat ke tanah suci untuk beribadah haji tentu menjadi impian bagi semua orang Islam. Bahkan bukan hanya impian, namun itu adalah kewajiban sebagai rukun Islam yang kelima. Namun tingginya ongkos dan akomodasi menuju Baitullah menjadi alasan dominan umat Islam. Pada akhirnya, tak sedikit yang berasumsi ibadah haji hanyalah milik mereka yang kaya.
Tapi hal itu rupanya tidak berlaku bagi Uho Holidin (61), warga Dusun Parung, Desa Balokang Kecamatan/Kota Banjar. Dia yang berprofesi sebagai tukang pangkas rambut itu, saat ini tengah bersiap berangkat haji. Uho menjadi bukti bahwa pergi haji tak harus menunggu kaya raya. Keseriusan niat serta perjuangan yang konsisten selama lebih dari 30 tahun, bisa mengantarkannya masuk ke dalam deretan nama-nama yang “diundang” Allah SWT ke rumah-Nya.
Ditemui dirumahnya, Mang Uho yang ditemani Ny. Enok Rosmanah (52) istrinya tengah tekun melayani pelanggan. Tempatnya mengais rejeki, bersebelahan dengan rumahnya. Di rumah yang terbilang sederhana itu Mang Uho tinggal bersama 3 orang anaknya. Tak terlihat perabot atau benda-benda yang sekiranya bisa menunjukan kemewahan atau parameter kekayaan seseorang. Semuanya terlihat sederhana dan memancarkan suasana bersahaja. “Saya dan istri berangkat haji pada tanggal 30 Agustus mendatang. Saya masuk di Kloter 59 JKS gelombang kedua. Mohon doanya agar semua berjalan lancar, “katanya.
Dia menjelaskan, keinginannya untuk berangkat ke tanah suci tercetus sejak dirinya mulai bisa mencari uang sendiri dengan menjadi tukang cukur. “Saya pertama menjadi tukang cukur sekitar tahun 1971. Lalu menikah pada tahun 1981,”katanya. Beruntung tekad Uho untuk bisa berhaji disambut positif istrinya. Ny. Enok menuturkan sejak dulu dia selalu berusaha menabung mesti penghasilannya terbatas. Sekecil apapun, dia selalu menyisihkan uang untuk mewujudkan impian itu. Meski kebutuhan-kebutuhan primer tetap menjadi prioritas. “Kami bisa menabung banyak kalau di masa marema, misalnya menjelang Lebaran. Kebutuhan Lebaran mah secukupnya saja, sisanya ditabung,”katanya.
Dia sempat membagikan tips mengumpulkan uang untuk bekal ibadah haji. “Saya menabungnya dalam bentuk emas. Uang tabungan yang kecil itu dikumpulkan, lalu dibelikan emas. Investasi di emas menguntungkan karena harganya cenderung naik terus,”katanya. Selain itu dia juga menampung gadai sawah dari tetangganya. Mang Uho mengakui, godaan menggunakan uang untuk keperluan lain kerap datang, saat uang sudah terkumpul. “Lihat rumah kami sudah jelek begini lalu tergoda untuk memiliki kendaraan, tapi karena berhaji adalah cita-cita dan doa yang saya panjatkan setiap habis salat. Kami tidak tergoda,”katanya. (mamay)
Tapi hal itu rupanya tidak berlaku bagi Uho Holidin (61), warga Dusun Parung, Desa Balokang Kecamatan/Kota Banjar. Dia yang berprofesi sebagai tukang pangkas rambut itu, saat ini tengah bersiap berangkat haji. Uho menjadi bukti bahwa pergi haji tak harus menunggu kaya raya. Keseriusan niat serta perjuangan yang konsisten selama lebih dari 30 tahun, bisa mengantarkannya masuk ke dalam deretan nama-nama yang “diundang” Allah SWT ke rumah-Nya.
Ditemui dirumahnya, Mang Uho yang ditemani Ny. Enok Rosmanah (52) istrinya tengah tekun melayani pelanggan. Tempatnya mengais rejeki, bersebelahan dengan rumahnya. Di rumah yang terbilang sederhana itu Mang Uho tinggal bersama 3 orang anaknya. Tak terlihat perabot atau benda-benda yang sekiranya bisa menunjukan kemewahan atau parameter kekayaan seseorang. Semuanya terlihat sederhana dan memancarkan suasana bersahaja. “Saya dan istri berangkat haji pada tanggal 30 Agustus mendatang. Saya masuk di Kloter 59 JKS gelombang kedua. Mohon doanya agar semua berjalan lancar, “katanya.
Dia menjelaskan, keinginannya untuk berangkat ke tanah suci tercetus sejak dirinya mulai bisa mencari uang sendiri dengan menjadi tukang cukur. “Saya pertama menjadi tukang cukur sekitar tahun 1971. Lalu menikah pada tahun 1981,”katanya. Beruntung tekad Uho untuk bisa berhaji disambut positif istrinya. Ny. Enok menuturkan sejak dulu dia selalu berusaha menabung mesti penghasilannya terbatas. Sekecil apapun, dia selalu menyisihkan uang untuk mewujudkan impian itu. Meski kebutuhan-kebutuhan primer tetap menjadi prioritas. “Kami bisa menabung banyak kalau di masa marema, misalnya menjelang Lebaran. Kebutuhan Lebaran mah secukupnya saja, sisanya ditabung,”katanya.
Dia sempat membagikan tips mengumpulkan uang untuk bekal ibadah haji. “Saya menabungnya dalam bentuk emas. Uang tabungan yang kecil itu dikumpulkan, lalu dibelikan emas. Investasi di emas menguntungkan karena harganya cenderung naik terus,”katanya. Selain itu dia juga menampung gadai sawah dari tetangganya. Mang Uho mengakui, godaan menggunakan uang untuk keperluan lain kerap datang, saat uang sudah terkumpul. “Lihat rumah kami sudah jelek begini lalu tergoda untuk memiliki kendaraan, tapi karena berhaji adalah cita-cita dan doa yang saya panjatkan setiap habis salat. Kami tidak tergoda,”katanya. (mamay)