-->
Senin 19 Mei 2025

Notification

×
Senin, 19 Mei 2025

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Anak Bisa Menjadi Nakal Kare¬na Faktor Kelainan Ataupun Fak¬tor Lingkungan

Selasa, 06 September 2016 | 02.03 WIB Last Updated 2016-09-06T09:03:52Z
Ciamis (LawuPost) - Keberadaan anak nakal di lingkungan sekitar masyarakat dipastikan ada. Hanya saja, tingkat kenakalannya berbeda-­beda, mulai dari nakal ringan hingga nakal berat. Apabila tingkat kenakalannya sudah sangat parah, misalnya sifat se­lalu ingin mencuri (kleptomania), atau bahkan perilaku yang hiperaktif, maka perlu bimbin­gan dan rehabilitasi bagi anak tersebut.

Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabu­paten Ciamis, DR. H. Wawan As Arifien MM mengatakan, anak bisa menjadi nakal kare­na faktor kelainan ataupun fak­tor lingkungan. Misalnya kata dia, kelainan kleptomania yaitu kelainan anak yang suka mengambil benda milik orang lain, tapi dia tidak bermaksud untuk mencuri (mengambil ke­untungan), dia mengambil hanya untuk memilikinya saja. "Anak seperti ini harus di­bimbing dan dibina oleh ahli termasuk psikolog, sebab anak tersebut mempunyai kelainan," katanya.

Kata H. Wawan, ada juga anak yang nakal yang disebut "Leudeur" dan hiperaktif dalam setiap perilakunya. Misalnya, kata dia, selalu jail dan iseng kepada orang lain sehingga dikategorikan sebagai anak nakal. Selain itu, kenakalan anak bisa dikarenakan dia bro­ken home, sehingga dia berubah menjadi nakal karena kurang mendapat perhatian dari keluarganya. "Semua kategori anak-anak nakal ini yang harus segera diberi perhatian lebih oleh keluarga dan masyarakat lingku­ngannya, jangan sampai ke­nakalan yang diperbuat anak membuatnya berhadapan den­gan hukum, ini yang tidak kami harapkan," katanya.

Pihaknya pun meminta kepada orangtua atau lingkun­gan agar tidak mengasingkan anak nakal tersebut. Harusnya anak yang dikategorikan nakal ini dilakukan pendekatan dan diajarkan agar tidak berbuat nakal lagi. "Jika diasingkan atau di­marjinalkan di lingkungannya, ditakutkan anak tersebut akan semakin berontak dan berulah atau bahkan dia membentuk komunitas-komunitas anak nakal, dan mempengaruhi anak lain sehingga keberadaan anak nakal menjadi lebih banyak," jelasnya.

Upaya pemerintah daerah mengatasi anak nakal yaitu direhabilitasi di balai rehabilitasi anak Bambu Apus Jakarta. "Jika ada yang ingin anak­nya direhabilitasi, kita akan daftarkan ke balai rehabilitasi anak di Jakarta, untuk dibina agar nantinya bisa lebih baik lagi," ungkapnya.

Saat ini ada satu anak yang direhabilitasi di Jakarta yaitu Fuji (15) warga Purwadadi Cia­mis. Di lingkungannya Fuji amat nakal karena sering men­curi sehingga keluarganya menginginkan dia untuk dire­habilitasi.

Selain itu juga ada satu anak yang mendaftar untuk direha­bilitasi namun, di balai rehabil­itasi masih penuh. "Nanti kalau sudah ada lowongan, kita akan masukan anak tersebut," jelas­nya seraya mengatakan anak yang nakal akan diberi keter­ampilan dan pendidikan serta pembinaan yang kontinyu agar bisa merubah karakter anak itu sendiri.

Wajib Belajar 12 Tahun
Selain menyoroti masalah anak nakal di Kabupaten Ciamis, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Ciamis juga meminta Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) Kabupaten Ciamis untuk menyisir siswa anak pe­serta keluarga PKH yang tidak melanjutkan sekolah baik dari SD ke SMP, ataupun dari SMP ke SMA. "Kami khawatir banyak anak dari keluarga PKH tidak melanjutkan sekolah, ma­kanya kami terus menjalin ker­jasama dengan pendamping PKH untuk menginventarisasi siswa yang tidak melanjutkan sekolah," kata H. Wawan.
Kata dia, banyak faktor yang menjadi pemicu anak tidak me­lanjutkan sekolah terutama fak­tor biaya. Ketika anak sudah termotivasi untuk masuk seko­lah, namun biaya yang dibeban­kan sekolah tinggi akhirnya anak tidak jadi meneruskan sekolah. "Inilah yang mesti jadi perhatian serius semua pihak, bagaimana siswa anak keluarga PKH yang benar-benar dari ke­luarga sangat miskin (KSM) bisa terus meneruskan sekolah, makanya kami juga mohon agar sekolah tidak memberatkan anak PKH dalam hal biaya," je­lasnya.

Pihaknya merasa khawatir jika anak tidak melanjutkan se­kolah, maka anak tersebut akan memilih untuk bekerja untuk menghidupi diri dan keluar­ganya. Jika sudah bekerja, maka kita akan sulit menariknya kembali untuk bersekolah. Se­bab anak tersebut akan merasa keenakan karena sudah bisa menghasilkan uang.

Makanya pihaknya akan terns berupaya mendorong dan menginventarisasi agar anak dari keluarga sangat miskin tetap mendapat pendidikan hingga SLTA. "Jika anak seba­gai generasi penerus mempun­yai pendidikan minimal SMA (SLTA/sederajat), maka seti­daknya dia akan mendapat pe­kerjaan yang layak. Namun jika pendidikanya hanya SD, atau SLTP maka akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak," tegasnya.

Kordinator Pendamping PKH Ciamis Indra Maulana, menyatakan kemu­ngkinan anak dari keluarga PKH yang tidak melanjutkan sekolah lumayan banyak. Hal tersebut karena beberapa faktor yaitu faktor biaya, tidak ada mo­tivasi sekolah dari anak, dan tidak ada motivasi dari orang­tua untuk menyekolahkan anaknya. "Saya kira pemerintah Ciamis harus berani mewa­jibkan anak untuk wajib belajar 12 tahun, agar semua anak di Ciamis bisa terus sekolah hingga SLTA," ujarnya.

Hanya saja kata dia keba­nyakan dipengaruhi akibat bia­ya sekolah. Sebab, komponen. bantuan pendidikan dari bantuan PKH bagi siswa tidak terlalu besar. Kendati ada bantuan BOS, namun diperkirakan tidak akan mencukupi biaya sekolah. Sehingga harus ada tambahan bantuan untuk mencukupi biaya anak bersekolah, misalnya dengan keikutsertaan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Kata dia, saat ini banyak siswa PKH yang tidak kebagian KIP yaitu sekitar 6.465 orang. "Kita akan inventarisasi dulu ke lapangan berapa banyak anak PKH yang melanjutkan dan tidak, nanti tanggal 11 Agustus kita berikan hasilnya," tandasnya. (mamay)