Sulawesi Selatan, Makassar,(LawuPost) - Rapor siswa yang diterima orang tua, pada akhir semester biasanya hanya berupa angka dan sedikit deskripsi. Orang tua penerima rapor jarang mengonfirmasi pada gurunya asal muasal nilai yang diterima anaknya. Mereka menerima rapor tanpa berpikir kritis. “Sebenarnya orang tua mesti tahu lebih jauh dasar penilaian di rapor secara lebih terbuka,” ujar Nensilianti, Dosen Bahasa Indonesia UNM yang juga spesialis pengembangan LPTK dari USAID PRIORITAS Sulsel (25/12)
Menurut Nensilianti, sering terdengar selentingan gosip dari para orang tua nilai rapor siswa yang diterima oleh si fulan dan si fulan bukan murni karena hasil ujian, tapi karena orang tuanya dekat dengan kepala sekolah, karena anak pejabat, membayar dan lain-lain. Selentingan semacam ini akhirnya memunculkan isu tak sedap, protes dan kegaduhan. “Oleh karena itu, untuk menghindari hal seperti ini, bukan saja manajemen sekolah yang harus transparan, tetapi juga pembelajaran. Transparansi manajemen sekolah biasa lewat laporan yang terbuka atas dana masuk dan keluar sekolah kepada orang tua siswa dan masyarakat, terutama penggunaan dana BOS. Nah, transparansi dalam pembelajaran adalah lewat portfolio siswa atau bukti-bukti hasil belajar siswa yang dikumpulkan dalam satu tempat,” ujar Nensilianti.
Menurutnya, transparansi pembelajaran lewat portfolio siswa ini belum banyak dilakukan sekolah. Hasil-hasil pekerjaan siswa biasanya hanya ditumpuk tidak dikelola, tidak pernah dipilah-pilah berdasarkan mata pelajaran dan tidak disatukan dalam satu tempat berdasarkan pembelajaran yang telah dilewati siswa. Idealnya karya-karya siswa berupa tugas, LKS, hasil ulangan siswa satu mata pelajaran dimasukkan dalam satu folder atau map khusus, diberikan tanggal, rubrik penilaian per karya siswa dan juga gambaran apa yang sudah dicapai dan belum dicapai oleh siswa. “Tidak semua karya siswa dimasukkan disitu, yang jelas-jelas menggambarkan perkembangan siswa saja yang dimasukkan. Oleh karena itu, guru juga perlu merencanakan portfolio siswa semenjak awal,” ujarnya menambahkan.
Yang juga perlu dimasukkan dalam portfolio oleh guru adalah catatan prilaku harian siswa dan aktivitas di luar sekolah yang menunjang program belajar. “Tugas-tugas di dalam portfolio tidak hanya dinilai oleh guru, bahkan siswa sendiri juga dilibatkan dalam penilaian tersebut. Untuk lebih terbuka, idealnya orang tua siswa juga diajak menilai,” ujarnya menambahkan.
Kepala Madrasah Ibtidaiyah Al Abrar Makassar Andi Harmia Tannang, yang mewajibkan guru-gurunya membuat portfolio siswa setelah dilatihkan USAID PRIORITAS merasa sangat terbantu dengan model penilaian portfolio ini. “Suatu saat ada orang tua siswa yang tidak puas dengan nilai anaknya. Lalu kami tunjukkan portfolio siswa tersebut, akhirnya dia memahami dan bahkan merasa perlu membantu anaknya dalam perkembangan belajarnya,”ujarnya.
Manfaat portfolio bukan hanya sebagai dokumen bukti penilaian siswa, tetapi juga sebagai fakta pengalaman belajar anak selama satu semester dan seterusnya. “Dengan portfolio ini bahkan bisa dijadikan kisah sejarah perkembangan belajar anak, dan akan menarik kalau diberikan ke orang tua sebagai pelengkap rapor yang diserahkan per semester. Lebih menarik lagi, kalau semua dikumpul mulai kelas satu sampai kelas enam, bisa dalam bentuk kopian, menjadi sejarah anak dan juga bahan refleksi bagi anak itu sendiri,” ujar Nensilianti,
“Jadi kalau tidak puas sama hasil nilai anak anda, mintalah pada sekolah portfolio anak!” pesannya mengakhiri.(red)
Menurut Nensilianti, sering terdengar selentingan gosip dari para orang tua nilai rapor siswa yang diterima oleh si fulan dan si fulan bukan murni karena hasil ujian, tapi karena orang tuanya dekat dengan kepala sekolah, karena anak pejabat, membayar dan lain-lain. Selentingan semacam ini akhirnya memunculkan isu tak sedap, protes dan kegaduhan. “Oleh karena itu, untuk menghindari hal seperti ini, bukan saja manajemen sekolah yang harus transparan, tetapi juga pembelajaran. Transparansi manajemen sekolah biasa lewat laporan yang terbuka atas dana masuk dan keluar sekolah kepada orang tua siswa dan masyarakat, terutama penggunaan dana BOS. Nah, transparansi dalam pembelajaran adalah lewat portfolio siswa atau bukti-bukti hasil belajar siswa yang dikumpulkan dalam satu tempat,” ujar Nensilianti.
Menurutnya, transparansi pembelajaran lewat portfolio siswa ini belum banyak dilakukan sekolah. Hasil-hasil pekerjaan siswa biasanya hanya ditumpuk tidak dikelola, tidak pernah dipilah-pilah berdasarkan mata pelajaran dan tidak disatukan dalam satu tempat berdasarkan pembelajaran yang telah dilewati siswa. Idealnya karya-karya siswa berupa tugas, LKS, hasil ulangan siswa satu mata pelajaran dimasukkan dalam satu folder atau map khusus, diberikan tanggal, rubrik penilaian per karya siswa dan juga gambaran apa yang sudah dicapai dan belum dicapai oleh siswa. “Tidak semua karya siswa dimasukkan disitu, yang jelas-jelas menggambarkan perkembangan siswa saja yang dimasukkan. Oleh karena itu, guru juga perlu merencanakan portfolio siswa semenjak awal,” ujarnya menambahkan.
Yang juga perlu dimasukkan dalam portfolio oleh guru adalah catatan prilaku harian siswa dan aktivitas di luar sekolah yang menunjang program belajar. “Tugas-tugas di dalam portfolio tidak hanya dinilai oleh guru, bahkan siswa sendiri juga dilibatkan dalam penilaian tersebut. Untuk lebih terbuka, idealnya orang tua siswa juga diajak menilai,” ujarnya menambahkan.
Kepala Madrasah Ibtidaiyah Al Abrar Makassar Andi Harmia Tannang, yang mewajibkan guru-gurunya membuat portfolio siswa setelah dilatihkan USAID PRIORITAS merasa sangat terbantu dengan model penilaian portfolio ini. “Suatu saat ada orang tua siswa yang tidak puas dengan nilai anaknya. Lalu kami tunjukkan portfolio siswa tersebut, akhirnya dia memahami dan bahkan merasa perlu membantu anaknya dalam perkembangan belajarnya,”ujarnya.
Manfaat portfolio bukan hanya sebagai dokumen bukti penilaian siswa, tetapi juga sebagai fakta pengalaman belajar anak selama satu semester dan seterusnya. “Dengan portfolio ini bahkan bisa dijadikan kisah sejarah perkembangan belajar anak, dan akan menarik kalau diberikan ke orang tua sebagai pelengkap rapor yang diserahkan per semester. Lebih menarik lagi, kalau semua dikumpul mulai kelas satu sampai kelas enam, bisa dalam bentuk kopian, menjadi sejarah anak dan juga bahan refleksi bagi anak itu sendiri,” ujar Nensilianti,
“Jadi kalau tidak puas sama hasil nilai anak anda, mintalah pada sekolah portfolio anak!” pesannya mengakhiri.(red)
Posting Komentar