Selamat Datang Di Website Lawupost.com (Menyatukan Inspirasi Dan Motivasi) Hasil UKG Harus Berkualitas | Lawu Post

Hasil UKG Harus Berkualitas

Jumat, 18 Desember 20150 comments

Ciamis (LawuPost)  SebanyaK 11.039 tenaga pendidik di Kabupaten Ciamis mengikuti Uji Kompetensi Guru (UKG). Jumlah tersebut meliputi guru PNS dan Non PNS mulai jenjang TK, SD, SMP, SMA sederajat yang ada dilingkup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Ciamis. UKG ini dimaksudkan untuk pemetaan guru dalam hal kompetensi. “Hasil UKG ini nantinya jadi tolok ukur dimana titik kelemahan guru untuk dijadikan bahan dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB),” kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis melalui Kasi Peningkatan Mutu Pendidikan (Mutendik) Disdikbud Kabupaten Ciamis H. Tedi Ardiansyah, beberapa waktu lalu di SMKN 2 Ciamis.

UKG kata H. Tedi, berlangsung sejak tanggal 9 sampai 19 November 2015 dengan 10 Tempat Uji Kompetensi (TUK). Kesepuluh TUK tersebut yakni SMKN 1 Ciamis, SMKN 2 Ciamis, SMAN 1 Ciamis, SMAN 2 Ciamis, SMPN 1 Ciamis, SMPN 2 Ciamis, SMPN 6 Ciamis, SMPN 1 Kawali, SMAN 1 Kawali, dan SMKN 1 Kawali. Menurut H. Tedi memang tidak semua guru bisa ikut UKG, apalagi guru honor. Peserta UKG hanya diperuntukkan bagi guru yang sudah memiliki NUPTK dan page Id. “UKG ini untuk pemetaan guru sebab tahun sekarang ada pemetaan untuk guru kelas tinggi dan kelas rendah,” ujarnya.

Disampaikan H. Tedi dari empat aspek kompetensi guru yang diujikan hanya kompetensi pedagogik dan profesional saja. Untuk Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk tahun ini lanjut H. Tedi di angka 5,5. Yang jelas selalu ada peningkatan setiap tahunnya. Tahun pertama UKG 2012 lalu standar minimalnya 4,5, lanjut tahun 2013 standarnya 5 dan sekarang 5,5. H. Tedi berharap dengan adanya UKG ini, guru tidak berkecil hati tetapi optimalkan semua kemampuan untuk mencapai hasil terbaik. Dijelaskannya,  pelaksanaan UKG dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kompetensi akademik dan keprofesionalisme guru di Kabupaten Ciamis. Ini untuk memudahkan pembinaan lanjutan kepada guru yang hasil kompetensinya rendah. “Namun dengan melihat soal yang ada, kami optimis hasil kompetensinya akan bagus, karena soal-soalnya kegiatan yang biasa dilakukan oleh guru setiap hari di sekolah,” ujarnya.

Dari pantauan tim Lawu News, dilokasi penyelenggaraan UKG di SMAN 1 Kawali para guru peserta terlihat enjoy dan nyaman ketika menghadapi soal ujian dalam layar monitor. Bahkan soal yang diujikan pun tidak jauh dari kegiatan yang biasa dilakukan oleh ibu dan bapak guru di sekolah. Kegiatan UKG dilakasanakan di sekolah yang memiliki fasilitas komputer. Dalam satu ruangan bisa menampung antara 30 orang sampai 35 orang. Masing-masing guru diberi waktu 120 menit untuk menjawab semua pertanyaan. Setiap harinya ada 3 gelombang guru yang mengikuti UKG kecuali hari jumat yang hanya dua shift saja.

Salah satu pemerhati pendidikan di Kabupaten Ciamis yang merupakan tokoh eksponen 66 H. Masmu menegaskan, beban yang diberikan kepada guru saat ini lumayan berat, bukan saja mengajar di lingkungan sekolah tetapi juga disibukkan dengan pemenuhan bidang administrasi. Tak ayal lagi kalo guru saat ini kondisinya “ngariyeg” dan terombang ambing oleh berbagai kebijakan yang membuat guru harus kerja keras memenuhi syarat administrasi. Atas kondisi ini, dirinya mengaku prihatin dan kasian melihat kondisi guru saat ini yang energinya terus dikuras. Sehingga para guru memiliki sedikit waktu untuk beristirahat.

Jelas dia, saat ini para guru dihadapkan pada Uji Kompetensi yang jelas cukup menguras energi dan pemikiran para guru. Tujuannya jelas, dilaksanakan UKG untuk melihat sejauh mana kompetensi dan profesionalisme guru sebagai upaya pemerintah untuk melakukan pemetaan terhadap guru. Hanya saja yang jadi pertanyaan, kenapa harus dilakukan lagi UKG sedangkan tiap tahun selalu ada Penilaian Kinerja Guru (PKG). “Apa tidak cukup dengan PKG karena ketika ditemukan kekurangan pada guru kerap dilakukan keprofesian  berkelanjutan. Mestinya tidak perlu lagi ada UKG,” ujarnya.

Pernyataan yang dilontarkan oleh tokoh eksponen 66 diamini juga oleh salah satu pemerhati pendidikan yang merupakan dewan penasehat IPKB Kabupaten Ciamis, H. Suherli. Menurutnya, Uji Kompetensi Guru yang dilakukan pemerintah saat ini tidak bisa dijadikan patokan untuk mengukur profesionalisme guru. “Guru profesional tidak bisa dilihat dari angka-angka, tetapi dari sisi pengabdian dalam bekerja dan juga pengabdian kepada masyarakat. Menilai guru itu tidak hanya dari nilai UKG atau sisi administrasi saja, jauh yang lebih utama untuk mengetahui guru itu profesional atau tidak dari sisi pengabdiannya dan itu jarang dilakukan,’ujar H. Suherli.

Jelas dia, hasil UKG yang berupa angka-angka jelas tidak bisa dijadikan landasaan menilai guru profesional atau tidak. Hasil UKG sama sekali tidak bisa disamakan dengan hasil sertifikasi yang dilakukan guru itu sendiri dengan melakukan berbagai tahapan. “UKG hanya mengukur kemampuan kompetensi guru, sedangkan sertifikasi menilai gutu dengan menggabungkan kemampuan kompetensi dengan aplikasi kerja itu sendiri,” tegas H. Suherli. Dirinya, lebih setuju kalau alat ukur yang dipakai pemerintah dalam menilai profesional atau tidak seorang guru melalui sertifikasi guru itu sendiri.

Proses sertifikasi itu dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi yang ditunjuk oleh pemerintah. Prosesnya sangat ketat dan sifat penilaiannya adanya korelasi antara penilaian guru dengan aplikasi di sekolah sehingga profesionalismenya terukur dengan jelas. “Kalau UKG dijadikan alat ukuran untuk melihat profesionalisme guru sangat tidak adil, karena melihat guru dari sisi administrasinya saja. Sedangkan aplikasi ilmu-ilmu di sekolah dan di lingkungan masyarakat luput dari penilaian. Tugas pokok seorang guru itu memberikan pelajaran dan memberikan pendidikan kepada anak-anak di sekolah. Namun saat ini tugas pokok guru ditambah dengan setumpuk tugas administrasi yang banyak, ini yang menurut kami tidak adil. Guru terus-terusan ditanya tingkat profesionalisme dengan indikator administratif dibanding kerja nyata di lapangan,” tegas H. Suherli.

Protes MKKS SMP Kabupaten Ciamis
Kritikan tajam tentang penilaian UKG yang dilontarkan tokoh eksponen 66 dan pemerhati pendidikan, dilontarkan juga oleh para Kepala Sekolah yang tergabung dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP se-Kabupaten Ciamis. Bahkan dengan kritikan tajam tersebut, MKKS sudah mengambil langkah dengan melayangkan surat  tertanggal  16 November 2015 Nomor 016/MKKS-SMP/Kabupaten Ciamis/10/2015 hal Uji Kompetensi Guru (UKG) yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Sekjen Kemdikbud Republik Indonesia di Jakarta dan ditembuskan kepada Ketua DPR RI dan Ketua DPD RI di Jakarta, Ketua Komisi 10 DPR RI dan Ketua PB PGRI di Jakarta serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis.

Isi surat tersebut di dalamnya memuat bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 14 ayat 1 huruf i mengamanatkan bahwa secara individu, kelompok maupun Organisasi Profesi Guru, guru memiliki kesempatan untuk memberikan sumbang  saran pemikiran dalam penentuan kebijakan pendidikan, dan huruf c guru berhak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan. Begitu pula peraturan pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 pasal 45 ayat 5 guru memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat nasional baik saran atau pertimbangan tertulis mauun lisan.

Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomr 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV bagian ke satu pasal 8 menyatakan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademi, kompetensi, sertifikasi pendidik dan seterusnya, begitu pula Dosen. Hal tersebut tertuang juga pada Bab V bagian ke satu pasal 45. “Atas dasar tersebut, komunitas Kepala SMPN se-Kabupaten Ciamis menyampaikan aspirasi suara hati nurani, yang dipandang perlu untuk dijadikan bahan pertimbangan lebih lanjut,” tegas Ketua MKKS SMP se-Kabupaten Ciamis, Dr. H. Aning Effendi, M.Pd ketika di klarifikasi tim Lawu News diruangannya di SMPN 1 Cijeungjing, beberapa waktu yang lalu.

Menurutnya, Uji Kompetensi Guru (UKG) yang telah dilaksanakan sejak tahun 2014 dan tahun 2015 di jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMA/SMK, tapi guru PAI yang diangkat oleh Disdik tidak dilibatkan UKG begitu pula Dosen tidak ada Uji Kompetensi Dosen. Apabila dilingkup Kementerian Agama tidak ada UKG sama sekali, padahal kalau menelaah Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2013 tentang sistem pendidikan nasional Bab VI, jalur/jenjang dan jenis pendidikan terutama pasal 17 bahwa pendidikan dasar berbentuk SD dan MI, SMP dan MTs atau bentuk lainnya yang sederajat. Begitu pula pasal 18 bahwa pendidikan menengah berbentuk SMA dan MA, SMK dan MAK artinya tidak diskriminasi. Namun akibat dari kebijakan pemerintah ada PNS daerah (Otonomi) dan PNS pusat, dimana guru PNS yang dari Kementerian Pendidikan Nasional menjadi PNS daerah dan guru PNS dari Kemenag menjadi PNS pusat, sehingga menimbulkan ketidakadilan.

“Pada pelaksanaan proyek UKG baik tahun 2014 maupun tahun 2015, kami merasa heran banyak guru yang menjelang pensiun/satu bulan lagi akan pensiun harus mengikuti UKG. Jikalau dari seluruh Indonesia ada ribuan guru yang akan pensiun tidakkah hal itu penghamburan uang negara? Hasil UKG pada tahun ini nilainya minimal 5,5 apabila dari peserta se-Indonesia banyak guru hasil UKGnya dibawah 5,5 bagaimana cara penambahan kompetensinya? Kemudian apakah dengan soal-soal pilihan ganda tersebut dapat diyakinkan mencerminkan kompetensi? Bagaimana jika ada guru kurang disiplin (kinerjanya diragukan) sedangkan nilainya di atas KKM, apakah dia dinyatakan kompetensi?,” kata H. Aning.

Validasi hasil UKG, tegas H. Aning, dimungkinkan kurang dapat dipertanggungjawabkan, karena mungkin memilih jawabannya asal-asalan. Serta beberapa kendala yang perlu mendapatkan perhatian dalam penyelenggaraan UKG, diantaranya lembaga yang ditunjuk untuk penyelenggaraan UKG setidaknya terjadi pengorbanan anak didik dengan tidak adanya tatap muka pembelajaran komputer selama UKG, perangkat yang digunakan secara maraton/terus menerus akan mengalami kerusakan baik dari segi non teknis yang menjadi beban Tempat Uji Kompetensi (TUK). Selain itu kerugian bagi siswa tidak bisa mengikuti proses KBM karena gurunya disibukkan dengan kegiatan UKG akibat lokasi UKG dengan tempat tingga si peserta UKG yang sangat jauh sehingga dalam satu hari si Guru tersebut tidak bisa melaksanakan tatap muka di kelas.

“Kami menuntut totalitas informasi UKG, mohon sampai kepada para guru, sehingga jelas program UKG itu seperti apa, mengapa, bagaimana dan seterusnya sehingga guru bisa mengerti/paham, tidak hanya mengandalkan berita informasi yang tidak lengkap. Bahkan kalau mungkin dengan anggarannya dijelaskan sebagai bentuk transparansi,” tegas H. Aning. Saat ini, tambah H. Aning, sudah terlalu banyak beban guru. Disamping mengajar, mengevaluasi dan membuat perangkat lainnya, guru juga dituntut membuat penilaian kinerja guru, membuat penilaian PTK/karya inovasi/karya ilmiah, PLPG, UKG dan seabreg tugas lainnya. (mamay/dian/tika)
Share this article :

Posting Komentar

NUSANTARA BERSATU

EDISI TABLOID CERDAS

EDISI TABLOID CERDAS
 
Support : Creating Website | Lawupost | Lawupost Template
Copyright © 2011. Lawu Post - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Lawupost Template
Proudly powered by Lawupost