Bantaeng (LawuPost) Nurul, siswi kelas 9 yang juga mantan ketua OSIS di SMP I Tompobulu, menyanyi dengan merdu lagu yang biasa dibawakan Rossa berjudul Hijrah Cinta. Setelah ia menyanyi, seorang guru menggantikannya, menyanyikan lagu dangdut. Suasana menjadi tambah meriah, siswa-siswi yang menonton bersorak-sorai dan ikut menyanyi bersama. Mereka berbaur dalam kegembiraan.
Para siswa juga menampilkan tarian, baca puisi dan berdeklamasi. Semua diadakan di sebuah koridor sekolah yang menghubungkan gedung guru dengan ruang kelas. Koridor diberi atap dan lantainya disulap menjadi seperti catwalk, tempat anak-anak tampil berlenggak-lenggok menari dan menyanyi. Koridor yang biasa hanya menjadi tempat lalu lalang siswa-siswa itu berubah memenjadi panggung yang memperlihatkan banyaknya bakat di sebuah sekolah terpencil di ketinggian lereng gunung Bawakaraeng.
Ide menjadikan koridor “panggung pencarian bakat” ini datang setelah kepala sekolah Sitti Subaedah Alam pulang dari pelatihan USAID PRIORITAS. Didorong oleh semangat untuk mengaktifkan siswa dan membuat sekolah menjadi menyenangkan, dia langsung menggelar rapat dengan guru dan komite menentukan program yang tepat, jadwal program dan penanggung jawab program. Program disepakati dinamakan “Panggung Koridor Ekspresi,” dilaksanakan setiap hari Kamis , penanggung jawab utama adalah ibu Hardiana Rasyid, guru Bahasa Indonesia.
Wali kelas menyosialisasikan program tersebut ke para siswa. Pendaftaran dilakukan siswa tiap hari dan tiap hari Rabu yang mendaftar masuk sanggar untuk dilatih dan Kamisnya baru tampil.
Pada awalnya yang mendaftar cuma satu dua orang. Setelah program berlangsung beberapa bulan bertambah banyak; empat atau lima anak, bahkan kelompok, sehingga waktu yang dulunya cuma 30 menit ditambah menjadi 45 menit. Selain menampilkan tarian, baca puisi, drama, kesenian yang lain, kadang juga hasil-hasil pembelajaran. Kadang dibimbing oleh wali kelas, kadang juga tidak.
Ibu Hardiana Rasyid menuturkan kegiatan tersebut telah menumbuhkan rasa percaya diri yang besar pada anak-anak. Mereka menjadi terbiasa tampil di muka umum dan berani.
“Dulu sebelum ada acara seperti ini, bahkan menyapa guru pun takut-takut. Sekarang hampir semua memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Mereka berlomba-lomba bergantian untuk bisa tampil di koridor ini,” ujar Hardiana Rasyid.
Menurut kepala sekolah, kegiatan yang kurang lebih sudah dilaksanakan setahun ini sebenarnya masih langkah awal. Sehingga yang ditampilkan belum banyak terkait dengan presentasi hasil pembelajaran. Dia berharap setelah pembelajaran kontekstual dilaksanakan dengan konsisten dan mendalam di sekolahnya, siswa-siswa bisa lebih banyak mempresentsaikan hasil pembelajarannya di hadapan seluruh warga sekolah. “Yang terpenting saat ini siswa berani tampil dan kelihatan bakat-bakatnya,” tegasnya.
Anak-anak yang dinilai bagus penampilannya telah dipilih untuk ikut lomba-lomba sekolah. Beberapa dari mereka menjadi juara, diantaranya juara menyanyi dan juara baca puisi tingkat kecamatan.
“Panggung ini adalah panggung mencari bakat yang memudahkan kami memilih siapa-siapa yang bisa diikutkan untuk even-even perlombaan sekolah,” ujar Hardiana Rasyid. (red)
Para siswa juga menampilkan tarian, baca puisi dan berdeklamasi. Semua diadakan di sebuah koridor sekolah yang menghubungkan gedung guru dengan ruang kelas. Koridor diberi atap dan lantainya disulap menjadi seperti catwalk, tempat anak-anak tampil berlenggak-lenggok menari dan menyanyi. Koridor yang biasa hanya menjadi tempat lalu lalang siswa-siswa itu berubah memenjadi panggung yang memperlihatkan banyaknya bakat di sebuah sekolah terpencil di ketinggian lereng gunung Bawakaraeng.
Ide menjadikan koridor “panggung pencarian bakat” ini datang setelah kepala sekolah Sitti Subaedah Alam pulang dari pelatihan USAID PRIORITAS. Didorong oleh semangat untuk mengaktifkan siswa dan membuat sekolah menjadi menyenangkan, dia langsung menggelar rapat dengan guru dan komite menentukan program yang tepat, jadwal program dan penanggung jawab program. Program disepakati dinamakan “Panggung Koridor Ekspresi,” dilaksanakan setiap hari Kamis , penanggung jawab utama adalah ibu Hardiana Rasyid, guru Bahasa Indonesia.
Wali kelas menyosialisasikan program tersebut ke para siswa. Pendaftaran dilakukan siswa tiap hari dan tiap hari Rabu yang mendaftar masuk sanggar untuk dilatih dan Kamisnya baru tampil.
Pada awalnya yang mendaftar cuma satu dua orang. Setelah program berlangsung beberapa bulan bertambah banyak; empat atau lima anak, bahkan kelompok, sehingga waktu yang dulunya cuma 30 menit ditambah menjadi 45 menit. Selain menampilkan tarian, baca puisi, drama, kesenian yang lain, kadang juga hasil-hasil pembelajaran. Kadang dibimbing oleh wali kelas, kadang juga tidak.
Ibu Hardiana Rasyid menuturkan kegiatan tersebut telah menumbuhkan rasa percaya diri yang besar pada anak-anak. Mereka menjadi terbiasa tampil di muka umum dan berani.
“Dulu sebelum ada acara seperti ini, bahkan menyapa guru pun takut-takut. Sekarang hampir semua memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Mereka berlomba-lomba bergantian untuk bisa tampil di koridor ini,” ujar Hardiana Rasyid.
Menurut kepala sekolah, kegiatan yang kurang lebih sudah dilaksanakan setahun ini sebenarnya masih langkah awal. Sehingga yang ditampilkan belum banyak terkait dengan presentasi hasil pembelajaran. Dia berharap setelah pembelajaran kontekstual dilaksanakan dengan konsisten dan mendalam di sekolahnya, siswa-siswa bisa lebih banyak mempresentsaikan hasil pembelajarannya di hadapan seluruh warga sekolah. “Yang terpenting saat ini siswa berani tampil dan kelihatan bakat-bakatnya,” tegasnya.
Anak-anak yang dinilai bagus penampilannya telah dipilih untuk ikut lomba-lomba sekolah. Beberapa dari mereka menjadi juara, diantaranya juara menyanyi dan juara baca puisi tingkat kecamatan.
“Panggung ini adalah panggung mencari bakat yang memudahkan kami memilih siapa-siapa yang bisa diikutkan untuk even-even perlombaan sekolah,” ujar Hardiana Rasyid. (red)
Posting Komentar