Selamat Datang Di Website Lawupost.com (Menyatukan Inspirasi Dan Motivasi) Permendiknas No. 17/2017 Masih Terabaikan | Lawu Post

Permendiknas No. 17/2017 Masih Terabaikan

Jumat, 04 Agustus 20170 comments

Ciamis (LawuPost.Com) - Permendiknas Nomor 17/2017 mengamanatkan bahwa sekolah, khususnya SMP dan SMA harus melakukan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) secara online. Hal itu sebagai bentuk terobosan baru guna memudahkan pihak sekolah, orangtua murid, serta bakal murid. Juga sebagai langkah nyata mendorong terciptanya good governance (tata kelola yang baik) di sektor pendidikan.

Namun harus diakui, penerapan PPDB online ini tidaklah mudah. Tantangan terbesar terletak pada kesiapan infrastruktur TIK, dan kesiapan sumber daya manusia yang terlihat di dalamnya. Kenyataan yang terjadi di lapangan, PPDB online tingkat SMA tahun ini tak terlalu mampu menjabarkan spirit dari Permendiknas nomor 17/2017. Maksud niat baik di tahun pertama ini malah makin memusingkan orangtua. Tak jauh berbeda dengan PPDB secara manual meskipun aksi titip menitip menjadi hal yang lumrah.

Namun titip menitip kali ini membuat banyak pihak gigit jari. Apalagi sekolah tidak mau ambil resiko kehilangan dana BOS, dan siswa pun tidak bisa mengikuti ujian nasional nantinya. Sekolah dipatok maksimal 11 rombongan belajar dengan masing-masing 32 siswa. “Ada sisi positif dan kepala sekolah tidak banyak mendapatkan intervensi dari pihak lain. Jalur akademik diperuntukan bagi siswa yang memang passing gradenya memenuhi syarat, “ungkap Ketua Peradi Kabupaten Ciamis sekaligus Pemerhati Pendidikan di Kabupaten Ciamis, Saeppudin, SH.MH.

Keluhan terbesar sebenarnya berada pada server. PPDB yang sering down karena kelimpungan diakses banyak orang. Persoalan tersebut paling sering ditemui dan membingungkan orang tua siswa. Ketidaksiapan server ini jauh berbeda dengan Ujian Nasional berbasis Komputer dimana tidak terlalu banyak masalah. “Kalau UN Komputer kan servernya di masing-masing daerah. Entah ini tidak terantisipasi atau tidak, ada kasus bahkan seorang siswa sudah diterima ketika dicek lagi tidak diterima, “katanya.

Misalnya, tegas Aep, pemberkasan yang harus diunduh meskipun belum pasti diterima atau tidaknya atas pilihan pertama dan kedua. Idealnya memang sistem online itu memutus mata rantai birokrasi dan ekonomi. Pengalaman hari ini, banyak yang justru semakin ribet, “katanya.

PPDB online SMA baru sebatas komputerisasi sistem saja, kata Aep. Kenyataannya pengentrian data pendukungan siswa masih dilakukan operator di SMA masing-masing. “Kalau online itu sambil mancing juga bisa mendaftarkan anak ke sekolah. Sekarang masih harus uncag incig ke sekolah tujuannya. Sistem zonanisasi saja, sebenarnya yang diadopsi ini dari Kota Bandung, dan belum tentu cocok dengan di kota dan kabupaten lain termasuk di Kabupaten Ciamis, “ katanya.

Disisi lain, kata Aep, sistem zonasi membuat orang tua siswa berfikir dua kali memilih sekolah berlabel favorit namun jauh dari tempat tinggal. Pasalnya ada nilai pengurang dari zonasi yang diterapkan tahun ini. “Banyak yang bertanya-tanya, kenapa nilai UN-nya tinggi tetapi tidak diterima. Padahal siswa tersebut tinggalnya sangat jauh dari sekolah. Berbeda dengan siswa yang dekat sekolah dengan UN lebih rendah. Yang lebih bahaya lagi kalau siswa dengan nilai UN tinggi daftar di akhir-akhir, dan mengubah passing grade. Kasihan yang dipilih satu dan duanya tidak masuk, dan terkunci serta tidak bisa daftar kemana-mana lagi, “ujarnya.

Non akademik
Sementara itu, banyak jalur afirmasi yakni non akademik saat ini juga menjadi perdebatan. Sebab jalur tersebut menurut aturan untuk kuota jalur prestasi dan perjanjian bersama dengan sekolah. “yang dimaksud MoU dengan sekolah itu seperti apa? Masih terjadi perdebatan, terutama yang punya rekomendasi dari orang berwenang tertentu, “ujarnya.

Aep mengatakan, perlu banyak perbaikan dari sistem PPDB Online tingkat SMA. Apalagi orang tua siswa juga ada yang menerima hasil penerimaan melalui surat. “kok online tapi hasil diterima atau tidak masih menggunakan surat, “katanya.

Ia pun menyoroti sistem penerimaan jalur non akademik rawan penyelewengan. Sebab banyak siswa berprestasi tetapi tidak bisa menunjukkan prestasinya. “Ini menimbulkan fitnah. Seharusnya ada penilaian lagi, selain menunjukkan bukti prestasi melalui scoring. Tingkat nasional berapa, regional berapa, kota berapa, tingkat RT berapa. Nilai UN juga haru jadi pertimbangan, tidak melulu soal prestasi saja, “ pungkas Aep. (mamay)
Share this article :

Posting Komentar

NUSANTARA BERSATU

EDISI TABLOID CERDAS

EDISI TABLOID CERDAS
 
Support : Creating Website | Lawupost | Lawupost Template
Copyright © 2011. Lawu Post - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Lawupost Template
Proudly powered by Lawupost