Selamat Datang Di Website Lawupost.com (Menyatukan Inspirasi Dan Motivasi) Desa Cimaragas Wakili Ciamis Pada Lomba Desa Tingkat Provinsi | Lawu Post

Desa Cimaragas Wakili Ciamis Pada Lomba Desa Tingkat Provinsi

Kamis, 10 Agustus 20170 comments

Ciamis (LawuPost.Com) – Desa Cimaragas Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis menjadi juara pada ajang Lomba Desa tahun2017 ini. Desa Cimaragas yang terbentuk tahun 1938 itu dinobatkan menjadi juara lomba desa tingkat Kabupaten April 2017 lalu. Desa Cimaragas mendapat nilai paling baik menurut tim penilai lomba Desa Kabupaten dari sisi administrasi, ekspos kepala Desa, klarifikasi lapangan dan kesiapan Desa ikut lomba Desa Tingkat Provinsi.

Kepala Desa Cimaragas, Dede Amir mengaku bangga Desa yang dipimpinnya bisa menjadi juara Lomba Desa tingkat Kabupaten. “Ya kan banyak Desa di Kabupaten Ciamis, namun Alhamdulillah Desa Cimaragas yang layak menjadi juara, “katanya.

Kata Dede, Desa Cimaragas dengan wilayah hanya enam Dusun yaitu (Dusun Cimaragas, Tunggulrahayu, Cibiung, Sarirahayu, Sukahayu dan Reancagede) memiliki banyak potensi yang patut dikembangkan. Salah satu yang menjadi unggulan adalah potensi pertanian sentra pepaya california dan pisang mas. Selain itu kerajinan gerabahan juga masih bertahan di sejumlah rumah penduduk Cimaragas. Sementara itu potensi wisata budaya, ada Situs Sang Hyang Cipta Permana Prabudigaluh Salawe. “Desa Cimaragas juga mempunyai pasar desa, jadi memang Desa Cimaragas layak menjadi juara Lomba Desa Tingkat Kabupaten Ciamis tahun 2017 ini, “ujarnya.

Namun demikian pihaknya mengakui, berbagai potensi yang ada di tengah masyarakat belum semuanya dimaksimalkan. Kendala yang utama adalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan keterbatasan anggaran. “Kita sedang upayakan inovasi dalam beberapa bidang termasuk pertanian pepaya california, agar masyarakat Desa Cimaragas semakin maju, “jelas Dede Amir.

Lanjutnya, Desa Cimaragas kaya akan seni dan budaya. Keberadaan Situs Sang Hyang Cipta Permana Prabudigaluh Salawe menjadi salah satu tempat yang bernilai historis dan mempunyai nilai edukasi yang tinggi. dimana, di Situs Sang Hyang Cipta Permana Prabudigaluh Salawe terdapat banyak peninggalan sejarah yang berhubungan dengan kerajaan Galuh. Setiap tahun juga, di Situs Sang Hyang Cipta Permana Prabudigaluh Salawe rutin dilaksanakan upacara Misalin yaitu pembersihan.

Saat kegiatan misalin, juga ditampilkan berbagai kesenian tradisional pencak silat dan calung, selain itu ada kesenian asli Cimaragas yaitu alat musik bangbaraan. “Potensi ini yang memang mesti terus dikembangkan, wisata sejarah budaya Situs Sang Hyang Cipta Permana Prabudigaluh Salawe sudah mulai dikenal tinggal bagaimana dukungan dari pemerintah daerah, “ungkapnya.

Lanjut Dede Amir, Desa Cimaragas hingga saat ini sudah dipimpin oleh 10 Kepala Desa (Kuwu). Nama Desa Cimaragas diambil dari sebuah kali pembatas dengan desa Bojongmalang yang bermuara di kali Cikembang-Ciseel dan bermuara di sungai Citanduy.

Briket Organik 
Selain beberapa potensi tersebut di atas, Desa Cimaragas saat ini menyeruak ke permukaan mengenai masalah pengelolaan arang briket. Kabupaten Ciamis memang selayaknya Minahasa Utara yang dijuluki Negeri Nyiur Melambai. Namun, di Ciamis, rimbun kelapa tidak berubah jadi kue lezat klapertaart, tapi menumbuhkan industri arang dan tapas kelapa.

Arang dibuat dari tempurung, sedangkan tapas atau serabut diambil dari batang pohon kelapa yang kemudian diolah untuk industri jok. Sekian lama berjalan, industri ini bukan hanya menjadi tumpuan penghidupan, melainkan juga membawa persoalan lingkungan. Limbah pembakaran arang, sisa ayakan tapas (awul) dan potongan-potongan kayu menggunung di beberapa tempat.

Salah satunya ada di Desa Bojong Mengger, Kecamatan Bojong, Kabupaten Ciamis. Awul atau limbah dari ayakan serabut tapas menggunung di sisi jalan desa itu. Membentuk tanggul oranye setinggi 1,5 m. Beberapa kilometer dari situ terdapat pembakaran kayu sisa industri kayu lapis. Lalu di tempat industri arang tempurung kelapa, limbah sisa pembakaran arang menumpuk di samping tungku.

Kondisi itulah yang coba diperbaiki Ujang Solihin sejak 2006. Anggota Korem 062 Taruma Negara TNI-AD ini melihat potensi energi alternatif dari limbah-limbah itu. Ujang pun mengolah awul, limbah arang tempurung kelapa dan sampah kering lainnya menjadi briket arang. Kini pria berusia 42 tahun ini menghasilkan ratusan ton limbah per bulannya. Usahanya ini sekaligus mengantarkannya menjadi penerima Kalpataru 2010 kategori perintis lingkungan hidup.

Saat ditemui tim Lawu News, di tempat usahanya di Desa Cimaragas yang terletak di perbatasan Ciamis-Banjar, Ujang menunjukkan puluhan kilogram briket arang yang sudah jadi. Pria yang sekarang berpangkat sersan dua tersebut sudah bisa memproduksi 2 ton briket seharinya. Jumlah itu berarti pula mengurangi 6 ton awul dan 300 ton limbah arang tempurung kelapa tiap bulannya. Briket-briket itu pun sudah ditunggu industri, salah satunya perusahaan teh di Takokak, Cianjur, yang memakainya untuk mengeringkan teh.

Namun, sukses usaha pengolahan limbah ini bukan cerita singkat. Ayah tiga anak ini menuturkan pada awalnya ia hanya ingin memberi energi alternatif untuk dapur warga. Dari tugasnya di daerah Tasik pada akhir 90-an, Ujang sering melihat serbuk kayu sisa industri kelom digunakan untuk memasak. Namun, cara masak itu tidak efisien karena pembakaran tidak rata dan menimbulkan asap ketika serbuk jatuh. “Saya ingin membuatnya praktis agar bisa dimanfaatkan orang banyak,” tutur pria lulusan STM ini.

Dari berbagai informasi, pria yang juga pernah merancang PLTA mikrohidro di desa lain ini kemudian belajar soal briket dan mulai mencoba dengan berbagai bahan. Pada 2003, Ujang berhasil membuat produk briket daun mangga dan ranting pohon. Kerja Ujang itu ditanggapi Dinas Pertambangan dan Energi Lingkungan Hidup Ciamis dan difasilitasi untuk pengembangannya.

Dari situlah ia menemukan formulasi untuk berbagai nilai kalor (panas). Dari situ pula Ujang menemukan briket bisa dibuat dari berbagai limbah organik termasuk sekam padi, tongkol jagung, janur kelapa sampai eceng gondok. “Semua bahan organik ternyata bisa dijadikan briket. Karena itu pula saya namakan briket organik,” kata Ujang yang pernah dikirimi sampah dari TPA Handapherang, Ciamis, untuk uji coba.

Begitu pun untuk usahanya sekarang ini, bahan baku yang digunakan masih terbatas pada awul, limbah arang tempurung kelapa, daun serta ranting dan bambu kering. Tiga bahan terakhir dikumpulkannya dari sampah kebun warga sekitar. Ujang menjamin bahan baku itu tidak didapat dari penebangan liar karena harga belinya yang murah. "Kalau bukan sampah, tidak mungkin dikirim ke sini karena mereka pasti rugi,” tukasnya.

Proses pembuatan briket made in Ujang ini sama dengan briket umumnya. Namun, setiap bahan baku diarangkan terpisah. Setelah jadi, arang digiling dan baru dicampurkan dengan arang lainnya dengan penambahan tepung kanji. Komposisi setiap arang tergantung pada besarnya kalor yang ingin dihasilkan. "Kita bisa bikin mulai dari yang kalor 1.000 sampai 7.000," ujarnya.

Ucapan Ujang bukan isapan jempol. Dari hasil uji di laboratorium Sucofi ndo pada 2009 tercatat kandungan kalori briket produksinya mencapai 6.500 Kkal/kg yang berarti setara dengan umumnya nilai kalor batu bara lokal. Nilai kalor tinggi itu dihasilkan dari penggunaan awul, limbah arang tempurung kelapa, kayu, dan bambu. Sementara itu, bahan baku yang nilai kalornya kecil adalah daun dan sampah organik basah.

Kendati demikian Ujang meyakinkan dirinya tidak anti terhadap sampah berkalori kecil. “Seperti orang ngecor kan enggak semen semua. Saya juga begitu karena memang tujuannya memanfaatkan semua limbah,” tutur pria asli Ciamis ini.

Untuk proses masak, briket ini tampak cukup bisa diandalkan. Sebagaimana didemonstrasikan hari itu dengan menggunakan kompor khusus yang dirancang Ujang, meski tidak berwarna biru, nyala apinya cukup besar. Camilan pisang goreng yang dimasak pekerjanya, matang dalam waktu sekitar 15 menit.

Satu kilogram briket bisa digunakan masak selama 4 jam. Untuk mematikan arang, pasokan oksigen dihentikan dengan menutup kompor menggunakan kaleng cat ukuran besar. Sayang, di kalangan warga, briket ini tampak belum digemari. Baru sedikit orang yang memanfaatkan briket yang dijual Rp 2.400/kg dengan nilai kalori 5.000-6.500 Kkal/kg ini.
Padahal dengan berlimpahnya limbah awul dan arang tempurung, kemandirian energi warga Ciamis bisa dirintis. Dari situ pula masalah lingkungan dari industri serabut dan tempurung bisa dikurangi. (mamay)
Share this article :

Posting Komentar

NUSANTARA BERSATU

EDISI TABLOID CERDAS

EDISI TABLOID CERDAS
 
Support : Creating Website | Lawupost | Lawupost Template
Copyright © 2011. Lawu Post - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Lawupost Template
Proudly powered by Lawupost