Pangandaran (LawuPost) – Sejak masih berada di wilayah Kabupaten Ciamis, Pangandaran dikenal sebagai daerah pariwisata. Bahkan nama Pantai Pangandaran ini tak hanya dikenal di nusantara saja, tetapi sudah ke manca negara. Tak heran, ketika DOB Pangandaran terbentuk sektor pariwisata menjadi sektor unggulan untuk menghasilkan PAD.
Bahkan bupati Pangandaran, H. Jeje Wiradinata tak segan-segan menargetkan, Pangandaran harus menjadi destinasi wisata dunia. Dengan menjadi destinasi wisata dunia, maka tingkat hunian hotel akan melonjak tajam. Segala bisnis yang berkaitan dengan dunia pariwisata pun, seperti bisnis rumah makan, souvenir, dan lainnya, tentu akan bergairah. Dampaknya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata ini, termasuk pajak hotel dan restoran tentu akan meningkat signifikan. Bahkan bisa diprediksi, pajak dari sektor ini bisa menjadi penopang utama bagi kelangsungan pembangunan daerah.
Namun sayangnya, hingga saat ini PAD Kabupaten Pangandaran dari sektor pajak hotel dan restoran masih jauh dari menggembirakan. Lemahnya sistem pengelolaan membuat potensi pemasukan yang besar ini menguap begitu saja. Pola pengumpulan pajak selama ini yang masih mengandalkan sistem manual ditengarai menyuburkan potensi kecurangan. Pelaporan nilai pajak yang dipasrahkan secara sukarela kepada pihak hotel dan restoran sangat rawan manipulasi. Di lain sisi, sistem ini juga menjadi celah yang memungkinkan petugas pemungut pajak berbuat curang. Kondisi seperti ini, tentu saja menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Pangandaran.
H. Jeje menyampaikan, selama ini dirinya masih cenderung melakukan langkah-langkah persuasif kepada para pemilik hotel untuk memenuhi aturan. Hal itu sengaja dilakukan, karena pemerintah belum bisa berbuat banyak. “Tapi nanti kalau penataan kawasan sudah beres, kami tentukan akan bertindak tegas. Mereka yang enggak nurut, yang enggak bayar pajak, yang buang limbah sembarangan, kita tegas bila perlu di-police line, “kata H. Jeje.
Menanggapi isu pajak hotel dan restoran ini. Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Pangandaran, Endang Hidayat mengatakan, pihaknya menyambut baik upaya Pemkab Pangandaran melakukan pembenahan sistem. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan Komisi II, kata Endang, yaitu dengan mengadakan studi banding. “Kita sudah ke Batam, di sana hotel itu pajaknya sudah terintegrasi secara online. Yang membuat kami terkejut, ternyata yang membuatkannya Bank BJB. Sebagai daerah di Jawa Barat, kita kecolongan, “ kata Endang.
Pengelola pajak dengan sistem daring (dalam jaringan), kata Endang, penting dilakukan, salah satunya untuk menghidarkan campur tangan manusia yang berpotensi melakukan kecurangan.
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Pangandaran, Dadang Gunawan menyampaikan, berbagai persoalan menyangkut penguatan regulasi hotel dan restoran kerap dibahas dalam rapat-rapat rutin para manajer hotel dan restoran. “Persoalan-persoalan ini terus kita sosialisasikan. Intinya kami siap berbenah dan bekerjasama dengan pemerintah, “ kata Dadang. Menurutnya, di Kabupaten Pangandaran, tercatat ada 231 hotel dan 80 restoran. Sedangkan jumlah pekerja di dua sektor tersebut lebih kurang 2500 orang.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), Hendar Suhendar mengatakan, selama ini pajak hotel dan restoran menunjukan tren kenaikan. Namun begitu, kata dia, potensi yang ada sejatinya jauh lebih besar. Pada tahun 2016, Hendar melaporkan, pemasukan dari pajak hotel dan restoran mencapai Rp. 7 miliar. Dan tahun ini, kata dia, pihaknya menargetkan Rp. 11 miliar. “Kami sedang memperkuat data base sehingga bisa membuat inovasi. Kami kejar sistemnya bisa menggunakan IT, “ujar Hendar kepada tim Lawu News beberapa waktu lalu.
Hendar menyadari, tanpa sistem informasi yang transparan, akan sulit mendorong kepatuhan wajik pajak. Sementara untuk menghindari potensi kecurangan oknum petugas pengumpul pajak, kata Hendar, pihaknya akan mendorong wajib pajak membayar pajaknya secara mandiri ke bank.
Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Pangandaran, Undang Sohbarudin mengemukakan, dalam upaya optimalisasi pajak hotel dan restoran, pihaknya mendukung dari sisi sertifikasi. Saat ini, kata Undang, belum ada klasifikasi hotel dan restoran, sehingga kondisi ini sangat berpengaruh terhadap nilai pajak yang dibebankan. “Kami sedang mengarah ke sana, menggandeng Badan Sertifikasi Nasional, bukan hanya unit usaha, tapi juga para pekerjanya. Bagi wisatawan asing ini penting, “ ujar Undang.
Regulasi Perhotelan
Berdasarkan fakta tersebut, saat ini Pemerintah Kabupaten Pangandaran pada 2017 merencanakan penataan besar-besaran Kawasan Wisata Pantai Pangandaran yang menjadi ikon pariwisata kabupaten. Selain relokasi pedagang kaki lima di sepanjang pantai, salah satu pekerjaan rumah lainnya adalah pembenahan regulasi perhotelan.
Namun pembangunan kawasan wisata yang sebelumnya berjalan tanpa perencanaan jangka panjang telah menciptakan wajah kumuh wisata Pantai Pangandaran saat ini. Pembangunan hotel dan restoran secara sporadis tanpa pengawasan, telah mendatangkan sejumlah persoalan, mulai dari isu perizinan, pengelolaan limbah, hingga penggunaan air tanah. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Surya Darma menyampaikan, banyaknya hotel yang menunggak. “Syarat-syarat dokumen perizinan lingkungan, disebabkan belum berjalannya sistem penegakan hukum di Kabupaten Pangandaran. Dokumen yang dibutuhkan dari segi lingkungan, diantaranya adalah Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya pemantauan Lingkungan Hidup (UKL,/UPL) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Tanpa dokumen-dokumen tersebut, tak heran sebagai hotel bisa membuang limbahnya sembarangan, “ ungkap Surya Darma.
Surya menyampaikan, pihaknya sudah menyampaikan sosialisasi terhadap hotel-hotel yang belum memenuhi persyaratan “dokumen lingkungan”. Meski begitu, kata Surya, sejauh ini belum ada respons yang berarti. “Ini masalah warisan yang sulit. Kita sekarang baru bisa mengefektifkan peraturan terhadap hotel-hotel baru, “kata Surya.
Belum lagi, tandas Surya, isu penggunaan air tanah. Pengeboran air tanah dalam yang dilakukan hotel-hotel umumnya tidak berizin. Padahal seharusnya, pengeboran air tanah dalam hanya bisa dilakukan seizin Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di tingkat provinsi. “Ini masalah strategis. Komisi Penilai Amdal dari provinsi juga memberikan warning soal ini, “kata Surya. (mamay)
Bahkan bupati Pangandaran, H. Jeje Wiradinata tak segan-segan menargetkan, Pangandaran harus menjadi destinasi wisata dunia. Dengan menjadi destinasi wisata dunia, maka tingkat hunian hotel akan melonjak tajam. Segala bisnis yang berkaitan dengan dunia pariwisata pun, seperti bisnis rumah makan, souvenir, dan lainnya, tentu akan bergairah. Dampaknya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata ini, termasuk pajak hotel dan restoran tentu akan meningkat signifikan. Bahkan bisa diprediksi, pajak dari sektor ini bisa menjadi penopang utama bagi kelangsungan pembangunan daerah.
Namun sayangnya, hingga saat ini PAD Kabupaten Pangandaran dari sektor pajak hotel dan restoran masih jauh dari menggembirakan. Lemahnya sistem pengelolaan membuat potensi pemasukan yang besar ini menguap begitu saja. Pola pengumpulan pajak selama ini yang masih mengandalkan sistem manual ditengarai menyuburkan potensi kecurangan. Pelaporan nilai pajak yang dipasrahkan secara sukarela kepada pihak hotel dan restoran sangat rawan manipulasi. Di lain sisi, sistem ini juga menjadi celah yang memungkinkan petugas pemungut pajak berbuat curang. Kondisi seperti ini, tentu saja menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Pangandaran.
H. Jeje menyampaikan, selama ini dirinya masih cenderung melakukan langkah-langkah persuasif kepada para pemilik hotel untuk memenuhi aturan. Hal itu sengaja dilakukan, karena pemerintah belum bisa berbuat banyak. “Tapi nanti kalau penataan kawasan sudah beres, kami tentukan akan bertindak tegas. Mereka yang enggak nurut, yang enggak bayar pajak, yang buang limbah sembarangan, kita tegas bila perlu di-police line, “kata H. Jeje.
Menanggapi isu pajak hotel dan restoran ini. Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Pangandaran, Endang Hidayat mengatakan, pihaknya menyambut baik upaya Pemkab Pangandaran melakukan pembenahan sistem. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan Komisi II, kata Endang, yaitu dengan mengadakan studi banding. “Kita sudah ke Batam, di sana hotel itu pajaknya sudah terintegrasi secara online. Yang membuat kami terkejut, ternyata yang membuatkannya Bank BJB. Sebagai daerah di Jawa Barat, kita kecolongan, “ kata Endang.
Pengelola pajak dengan sistem daring (dalam jaringan), kata Endang, penting dilakukan, salah satunya untuk menghidarkan campur tangan manusia yang berpotensi melakukan kecurangan.
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Pangandaran, Dadang Gunawan menyampaikan, berbagai persoalan menyangkut penguatan regulasi hotel dan restoran kerap dibahas dalam rapat-rapat rutin para manajer hotel dan restoran. “Persoalan-persoalan ini terus kita sosialisasikan. Intinya kami siap berbenah dan bekerjasama dengan pemerintah, “ kata Dadang. Menurutnya, di Kabupaten Pangandaran, tercatat ada 231 hotel dan 80 restoran. Sedangkan jumlah pekerja di dua sektor tersebut lebih kurang 2500 orang.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), Hendar Suhendar mengatakan, selama ini pajak hotel dan restoran menunjukan tren kenaikan. Namun begitu, kata dia, potensi yang ada sejatinya jauh lebih besar. Pada tahun 2016, Hendar melaporkan, pemasukan dari pajak hotel dan restoran mencapai Rp. 7 miliar. Dan tahun ini, kata dia, pihaknya menargetkan Rp. 11 miliar. “Kami sedang memperkuat data base sehingga bisa membuat inovasi. Kami kejar sistemnya bisa menggunakan IT, “ujar Hendar kepada tim Lawu News beberapa waktu lalu.
Hendar menyadari, tanpa sistem informasi yang transparan, akan sulit mendorong kepatuhan wajik pajak. Sementara untuk menghindari potensi kecurangan oknum petugas pengumpul pajak, kata Hendar, pihaknya akan mendorong wajib pajak membayar pajaknya secara mandiri ke bank.
Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Pangandaran, Undang Sohbarudin mengemukakan, dalam upaya optimalisasi pajak hotel dan restoran, pihaknya mendukung dari sisi sertifikasi. Saat ini, kata Undang, belum ada klasifikasi hotel dan restoran, sehingga kondisi ini sangat berpengaruh terhadap nilai pajak yang dibebankan. “Kami sedang mengarah ke sana, menggandeng Badan Sertifikasi Nasional, bukan hanya unit usaha, tapi juga para pekerjanya. Bagi wisatawan asing ini penting, “ ujar Undang.
Regulasi Perhotelan
Berdasarkan fakta tersebut, saat ini Pemerintah Kabupaten Pangandaran pada 2017 merencanakan penataan besar-besaran Kawasan Wisata Pantai Pangandaran yang menjadi ikon pariwisata kabupaten. Selain relokasi pedagang kaki lima di sepanjang pantai, salah satu pekerjaan rumah lainnya adalah pembenahan regulasi perhotelan.
Namun pembangunan kawasan wisata yang sebelumnya berjalan tanpa perencanaan jangka panjang telah menciptakan wajah kumuh wisata Pantai Pangandaran saat ini. Pembangunan hotel dan restoran secara sporadis tanpa pengawasan, telah mendatangkan sejumlah persoalan, mulai dari isu perizinan, pengelolaan limbah, hingga penggunaan air tanah. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Surya Darma menyampaikan, banyaknya hotel yang menunggak. “Syarat-syarat dokumen perizinan lingkungan, disebabkan belum berjalannya sistem penegakan hukum di Kabupaten Pangandaran. Dokumen yang dibutuhkan dari segi lingkungan, diantaranya adalah Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya pemantauan Lingkungan Hidup (UKL,/UPL) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Tanpa dokumen-dokumen tersebut, tak heran sebagai hotel bisa membuang limbahnya sembarangan, “ ungkap Surya Darma.
Surya menyampaikan, pihaknya sudah menyampaikan sosialisasi terhadap hotel-hotel yang belum memenuhi persyaratan “dokumen lingkungan”. Meski begitu, kata Surya, sejauh ini belum ada respons yang berarti. “Ini masalah warisan yang sulit. Kita sekarang baru bisa mengefektifkan peraturan terhadap hotel-hotel baru, “kata Surya.
Belum lagi, tandas Surya, isu penggunaan air tanah. Pengeboran air tanah dalam yang dilakukan hotel-hotel umumnya tidak berizin. Padahal seharusnya, pengeboran air tanah dalam hanya bisa dilakukan seizin Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di tingkat provinsi. “Ini masalah strategis. Komisi Penilai Amdal dari provinsi juga memberikan warning soal ini, “kata Surya. (mamay)
Posting Komentar