Puspen TNI (LawuNews) Kedekatan dan kebersamaan TNI-Rakyat adalah inti
dan pusat kekuatan (centre of gravity)
dari Sistem Pertahanan Semesta yang kita anut. Demikian dikatakan Panglima TNI
Jenderal TNI Gatot Nurmantyo saat melaksanakan ziarah ke makam KH Hasyim
Asyari dan KH Abdurrahman Wahid dalam rangka
memperingati Hari
TNI ke-71 di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Selasa
(27/9/2016).
Panglima TNI
menjelaskan bahwa dalam rangkaian Hari TNI ke-71, TNI ingin membangun suatu tradisi luhur,
mengenang dan menghormati para pahlawan pelaku sejarah yang berjasa terhadap
negara Indonesia.
“Dengan
tradisi seperti ini, kita tidak
melupakan sejarah, disini ada Gusdur dan KH Hasyim Asyari, ini semuanya kental
dengan sejarah nilai-nilai yang perlu ditauladani,” ungkap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Lebih lanjut Jenderal TNI
Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa tanggal 17 Agustus sebagai hari Kemerdekaan, 5
Oktober sebagai Hari TNI, 22 Oktober sebagai hari dicetuskannya Resolusi Jihad
NU dan 10 Nopember sebagai hari pahlawan merupakan 4 rangkaian peristiwa
penting yang bersentuhan langsung dengan Kedaulatan Indonesia dan sejarah TNI,
sehingga saling mempengaruhi dan menguatkan.
“Setelah 17 Agustus
ketika NICA membonceng sekutu untuk kembali menyerang maka Bung Karno sowan
minta fatwa untuk jihad, selanjutnya KH. Hasyim Asyari megeluarkan
fatwa jihad pada 22 Oktober dan dilanjutkan dengan perjuangan serentak pada 10
November,” ucanya.
Saat itu, TNI
baru lahir sekitar dua bulanan, belum ada kekuatan, senjata terbatas dan harus
menghadap tentara sekutu yang jago perang dan memiliki persenjataan modern saat
itu. Namun rakyat dengan TNI bersama-sama menghadapinya dengan
energi sosial merdeka atau mati akhirnya bisa mengusir bangsa kolonial bahkan
membunuh Panglimanya Jenderal Malaby.
Panglima TNI menekankan
bahwa, perjuangan dan kepentingan mempertahankan kedaulatan negara
berdimensi lintas etnis dan lintas wilayah, siapapun dan dimanapun mempunyai
kewajiban sama untuk membela bangsa dan negara Republik Indonesia. Sebagai
contohnya, Komandan penyerangan terhadap sekutu di Surabaya
adalah Singa Jawa Barat KH. Abas seorang pimpinan
pondok pesantren Buntet Cirebon.
“Kita harus
bergandengan tangan saling bantu, pantang menyerah, komitmen, rela berkorban,
yang terpenting berjuang tulus dan ikhlas tidak punya kepentingan apa-apa untuk
bangsa dan negara,” imbuh Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Ia menambahkan bahwa,
Indonesia memiliki banyak sifat dan karakter budaya luhung yang
tidak dimiliki bangsa lain, sehingga merupakan penguat persatuan
dan kesatuan Indonesia dalam mewujudkan Indonesia Raya.
“Ini yang perlu ditauladani
dalam ziarah ini, agar generasi muda TNI tidak melupakan sejarah dan mencontoh
untuk melanjutkan perjuangan yang semakin sulit,” terang Panglima TNI.
Sejak awal, TNI memang tidak dirancang untuk berperang
atau bertempur sendiri, TNI menyadari bahwa keberadaannya berasal dari rakyat,
berstatus anak kandung rakyat dan dibesarkan oleh rakyat, maka tidak ada alasan
bagi prajurit TNI untuk selalu dekat, bersama-sama dan menghormati serta
membela Rakyat.
“Berdasarkan
realitas tersebut, maka telah
terbangun suatu pemahaman bersama diantara seluruh prajurit TNI bahwa Bersama
Rakyat TNI Kuat, Hebat dan Profesional,” pungkas Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Autentikasi : Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Inf Bedali Harefa, S.H.