Ciamis (LawuPost) Berdasarkan data yang dihimpun tim Lawu News, diterapkannnya ketentuan penggunaan kantong plastik berbayar, khususnya di supermarket di Kabupaten Ciamis, sebagai langkah mengurangi jumlah sampah plastik yang setiap hati jumlahnya terus meningkat. Hanya saja, apakah kebijakan tersebut akan efektif untuk mereduksi sampah plastik di Kabupaten Ciamis. Salah satu pengamat ekonomi yang merupakan pengurus LSM perlindungan konsumen di Kabupaten Ciamis, Andi Alfikri, menegaskan kebijakan pemerintah tersebut harus disosialisasikan sampai lapisan terbawah jangan sampai masyarakat merasa dirugikan. Pasalnya, tegas Andi, pertama, ketentuan membayar kantong plastik pesimistis akan menyurutkan konsumen untuk meninggalkan penggunaan kantong plastik. Apalagi hanya dengan membayar Rp. 200.
Kedua, bagaimana pengelolaan dana hasil dari penjualan kantong plastik tersebut. Apakah dikelola oleh supermarket, oleh pabrik kantong plastik/pengusaha atau oleh pemerintah daerah? Bagaimana pula perhitungan dan pengawasan anggarannya.Ketiga, bahwa pasokan sampah kantong plastik pasti lebih banyak dihasilkan dari rumah tangga yang berbelanja dari warung-warung atau toko nonsupermarket. Artinya, kalaupun ketentuan kantong plastik berbayar diterapkan, tidak akan berarti secara signifikan akan mengurangi sampah kantong plastik. “Oleh karena itu, upaya mereduksi sampah kantong plastik seyogyanya dimulai dan dilakukan dengan mengubah pola pikir masyarakat untuk secara bijaksana meninggalkan penggunaan kantong plastik.
Artinya, pemerintah sebaiknya tidak hanya latah untuk menerapkan sebuah kebijakan dari pemerintah pusat, tanpa mengukur efektivitasnya,” kata Andi.Tak heran, tandas Andi, jika beberapa kabupaten/kota lain ada yang berani menolak kebijakan tersebut, karena selain dianggap tidak efektif, kebijakan tersebut justru hanya akan menguntungkan pengusaha yang seharusnya memiliki kewajiban untuk menangani persoalan sampah plastik. Selain mengubah pola pikir masyarakat, langkah strategis untuk mengurangi sampah plastik juga bisa dilakukan dengan rekayasa teknis pemerintah untuk memproduksi kantong berbahan nonplastik. Dan warga diharuskan untuk menggunakan kantong ramah lingkungan tersebut.
Selama belum ada kantong nonplastik pengganti kantong plastik, akan sulit bagi pemerintah untuk melarang masyarakatnya menggunakan kantong plastik.Hal senada diutarakan pengamat Ekonomi lainnya di Kabupaten Ciamis, Tiwa Sukrianto. Menurutnya, penggunaan kantong plastik berbayar, yang dikenakan Rp. 200 per plastik. Program ini bertujuan untuk mengurangi sampah plastik yang setiap harinya terus meningkat dan penyelamatan alam. “Tentu selalu ada pro dan kontra di setiap perubahan atau program baru yang diluncurkan pemerintah. Tetapi kenapa harus dibebankan pada konsumen/masyarakat semuanya,” kata Tiwa
Seharusnya bukan konsumen atau masyarakat saja yang harus dikenai beban dengan membayar plastik yang digunakan, tegas Tiwa, tetapi perusahaan-perusahaan yang memproduksi makanan, minuman, bumbu, deterjen, shampo, dan lain-lainnya, juga harus dikenakan sanksi itu. “Toh konsumen selama ini tinggal terima barang yang dibungkus plastik tersebut? Konsumen tidak bisa menawarkan diri harus menggunakan bahan yang lebih aman atau ramah lingkungan. Jadi edukasi untuk penyelamatan alam karena plastik, ya jangan hanya masyarakat saja yang harus menerima beban. Memang uang Rp 200 nilainya tidak seberapa, tapi kalau dalam jumlah banyak akan menjadi nilai uang yang besar juga,” tegas Tiwa.
Seharusnya bukan konsumen atau masyarakat saja yang harus dikenai beban dengan membayar plastik yang digunakan, tegas Tiwa, tetapi perusahaan-perusahaan yang memproduksi makanan, minuman, bumbu, deterjen, shampo, dan lain-lainnya, juga harus dikenakan sanksi itu. “Toh konsumen selama ini tinggal terima barang yang dibungkus plastik tersebut? Konsumen tidak bisa menawarkan diri harus menggunakan bahan yang lebih aman atau ramah lingkungan. Jadi edukasi untuk penyelamatan alam karena plastik, ya jangan hanya masyarakat saja yang harus menerima beban. Memang uang Rp 200 nilainya tidak seberapa, tapi kalau dalam jumlah banyak akan menjadi nilai uang yang besar juga,” tegas Tiwa.
Hendaklah pembelajaran untuk menyelamatkan bumi diedukasikan pada produsen juga, biar sama-sama belajar. Selain mungkin mereka pun sudah menyelamatkan bumi ini dengan limbah yang tidak dibuang sembarangan. Namun, berapa banyak pabrik yang menggunakan plastik juga untuk membungkus makanan/minuman tersebut?. Pemerintah hendaknya jangan selalu memandang sebelah mata dengan dalih menguntungkan masyarakat di setiap programnya. Banyak dalih dan alasan untuk membeli pelajaran pada masyarakat. Protes pun tidak pernah didengar atau masyarakat tidak pernah dimintai pendapatnya dalam melahirkan program baru. Sekalipun ada wakil masyarakat nyaris tak terasa keberadaan dan eksyennya. Sampai kapan masyarakat diperlakukan seperti kelinci?, papar Tiwa (Mamay)