Takalar (LawuPost) Banyak cara untuk mendorong masyarakat senang membaca. Banyak sekolah juga yang mulai getol mendorong siswanya menyukai buku. Apalagi setelah para pendidik menyadari Indonesia termasuk negara yang paling rendah minat bacanya di dunia. Para pendidik tersebut mendorong adanya kegiatan dan kreasi-kreasi unik agar siswa mulai mau melirik buku.
MIN Pattiro Banngae Takalar, contohnya, membuat kreasi unik dengan menyulap perahu dan becak menjadi tempat pajangan-pajangan buku di luar perpustakaan utama madrasah tersebut.
Perahu tersebut sebenarnya bukan perahu betulan, tapi perahu miniatur yang digunakan sebagai media acara maulid Nabi yang diadakan setahun sekali oleh masyarakat di daerah Takalar secara meriah. Daripada
dibuang saja, perahu tersebut dijadikan tempat buku yang menarik.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZ-4kPzdCSCVz_Wiz0p_r907eZAI97UCTUW3CYpJvCRqchFUtyS_D6wWb02dyO7q8eCqJQEpxlu8XR3bNlgwUgpzDAaXyvK7X73KjdSOg6BEwCcpRMuwqWQhuoCMjQ7CjK_9wURpoC97-8/s320/7.jpg)
Perahu tersebut sebenarnya bukan perahu betulan, tapi perahu miniatur yang digunakan sebagai media acara maulid Nabi yang diadakan setahun sekali oleh masyarakat di daerah Takalar secara meriah. Daripada
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtiGJ7KXTO6Zu4LSqmwfYbBe1yGQ1TI5ZigoooX9vgNmdx6B6ZrVP7Ovpiow11zZOH9NrSdq57OZFeXTNxEA6L5aEhEZAkNiUd9jFAp0Zdw95EAFUyCiLy9y3OSAHCnspb8TzTKiIonqtv/s200/5.jpg)
Selain perahu, ada juga becak. Keduanya dijadikan “perpustakaan mini” yang bisa didorong dan bisa dipindah-pindahkan, terutama di koridor depan kelas. Dengan demikian, perpustakaan bergerak ini (mobile) bisa lebih mendekatkan siswa dengan buku, membuat siswa langsung mau melirik saat bermain di depan
kelas. Mereka tidak mesti beranjak ke perpustakan utama. Saat istirahat, banyak yang memanfaatkan perpustakaan mobile tersebut.
Kedua benda tersebut diperoleh dari masyarakat yang semakin besar sumbangsihnya ke madrasah, semenjak kepala madrasah melakukan gerakan
transparansi program dan anggaran di madrasah tersebut. “Masyarakat juga ingin berpartisipasi secara langsung dalam program pengembangan budaya baca di madarasah kami,” ujar Zulfikah, Kepala Sekolah MIN Pattiro Banggae.
Buku-buku tersebut ditata secara rapi di kedua media tersebut, dan ketika jam pengajaran selesai, bukunya dibawa kembali ke perpustakaan oleh siswa-siswa sesuai jadwal piket. Bisanya buku-buku tersebut diganti seminggu sekali.
Agar lebih menarik lagi, menyadari juga anak-anak akan bosan kalau bukunya tidak berganti-ganti, secara kreatif kepala madrasah juga mencari berbagai sumber pendanaan untuk pengadaan buku. Dia mengajukan proposal ke PT Telkom, yang akhirnya memberikan sumbangan RP 5 juta. Selain itu madrasah juga menganggarkan khusus dari dana BOS. Sumber pengadaan buku juga berasal dari bantuan dari masyarakat dan organisasi, diantaranya dari USAID PRIORITAS. “Apabila proposal kita lolos ke perusahaan, bantuannya biasanya cukup besar, dan bisa untuk mengembangkan sekolah kita lebih jauh dibanding dengan hanya mengandalkan dana dari sekolah saja,” ujarnya lebih jauh.
“Pengembangan budaya baca dan pengadaan sarana-prasarananya seharusnya memang menjadi program utama madrasah. Membaca adalah perintah pertama kali dari Tuhan yang mestinya juga menyadarkan kita semua betapa pentingnya gerakan budaya baca ini,” ujar Dahlia, Pengawas Mapendais Lingkungan Takalar menanggapi kreatifitas madrasah ini dalam mengembangkan budaya baca.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiy0NfcKONWS6r2j0f0NQg4kTjfb_c4RP2XtwDFRTnShxZchAjPcRx7f880cm4DWIMVvTfubwX4e44xkX7BYyCOsTUDd8SEKM5R3bsqH2HWZ7ZmiVKLsN-qPVH1ywLuJeSK786Ed63hyphenhyphen4L6/s200/8.jpg)
Kedua benda tersebut diperoleh dari masyarakat yang semakin besar sumbangsihnya ke madrasah, semenjak kepala madrasah melakukan gerakan
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYGK4gmwX4_I9SwH3zI3CVVTS6z82CYisFKvoqmHQZTl3VfCMBzpVgoYVOUk8IXuFNCBc0bcsazuCit2_dHIKSiYNC6RXrzSFyatyzCN8CO0A5OZiSIcY1YLKwoqNAgFCxD4tGKm8i9KhX/s200/9.jpg)
Buku-buku tersebut ditata secara rapi di kedua media tersebut, dan ketika jam pengajaran selesai, bukunya dibawa kembali ke perpustakaan oleh siswa-siswa sesuai jadwal piket. Bisanya buku-buku tersebut diganti seminggu sekali.
Agar lebih menarik lagi, menyadari juga anak-anak akan bosan kalau bukunya tidak berganti-ganti, secara kreatif kepala madrasah juga mencari berbagai sumber pendanaan untuk pengadaan buku. Dia mengajukan proposal ke PT Telkom, yang akhirnya memberikan sumbangan RP 5 juta. Selain itu madrasah juga menganggarkan khusus dari dana BOS. Sumber pengadaan buku juga berasal dari bantuan dari masyarakat dan organisasi, diantaranya dari USAID PRIORITAS. “Apabila proposal kita lolos ke perusahaan, bantuannya biasanya cukup besar, dan bisa untuk mengembangkan sekolah kita lebih jauh dibanding dengan hanya mengandalkan dana dari sekolah saja,” ujarnya lebih jauh.
“Pengembangan budaya baca dan pengadaan sarana-prasarananya seharusnya memang menjadi program utama madrasah. Membaca adalah perintah pertama kali dari Tuhan yang mestinya juga menyadarkan kita semua betapa pentingnya gerakan budaya baca ini,” ujar Dahlia, Pengawas Mapendais Lingkungan Takalar menanggapi kreatifitas madrasah ini dalam mengembangkan budaya baca.
Selain membangun wadah yang unik, MIN Pattiro Banggae Takalar secara terorganisasi juga memiliki beberapa program untuk menggerakkan minat baca siswa-siswanya; membaca senyap selama 10 menit setiap pagi sebelum pelajaran dimulai, membangun taman baca di halaman sekolah dan sudut baca dalam kelas, mendorong sumbangan buku dari orang tua siswa, alumni, dan masyarakat luas, mengadakan lomba meresume buku sekali dalam seminggu untuk murid IV-VI, mengadakan lomba menceritakan isi bacaan sekali dalam seminggu untuk muird kelas II – III, dan mewajibkan setiap guru mengintegerasikan literasi dan budaya baca dalam proses pembelajaran .(red)
Posting Komentar