Ciamis (LawuPost) Cantiknya hiasan gapura, bendera merah putih yang terpasang di setiap rumah serta bendera yang melintang dari rumah satu ke rumah lainnya menandakan kita siap menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 70. Memasuki bulan Agustus ini, ada satu hari yang begitu bersejarah dan menjadi ikon bangsa ini yakni 17 Agustus. Memang sejak tahun 1945 lalu, setiap tahunnya selalu diperingati sebagai hari bersejarah. Seakan sudah menjadi tradisi yang bisa disebut sebagai hari 17-an, beragam perlombaan pun dilakukan untuk memeriahkannya.
Sayangnya, perlahan banyak tradisi yang mulai tergeserkan. Perayaan pun jauh berbeda dirasakan jika dibandingkan ketika masa-masa kecil dulu. Kalau dulu itu kan, hari-hari menjelang 17 Agustus para pahlawan sedang mati-matian berjuang supaya kita bisa merdeka hari ini. Nah, tapi sekarang kita justru sibuk memikirkan lomba, hadiah dan kegiatan lainnya tanpa mengingat jerih payah pahlawan. Padahal, karena bangsa ini sudah merdeka, sebetulnya perjuangan dan semangatnya harus bisa lebih dari waktu memperjuangkan kemerdekaan dulu, jangan sampai sebaliknya seperti sekarang ini. Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus memaknai semangat juang dari hari kemerdekaan dengan memberikan banyak kontribusi untuk nusa dan bangsa.
Hal tersebut dikemukakan Kepala SMPN 1 Cijeungjing, Dr. H Aning Efendi, M.Pd dalam memaknai peringatan HUT RI ke-70 kepada tim Lawu News disela-sela kegiatan peringatan HUT RI yang ke-70 yang dipusatkan di kampus SMPN 1 Cijeungjing di Jalan Ciamis-Banjar. Menurutnya, upacara adalah salah satu bagian dari tradisi 17-an pun jangan hanya dinilai tradisi seremonial biasa. “Sekarang ini kita bisa dengan bebasnya mengibarkan bendera, tanpa takut diserang, ditembak dan sebagainya. Berbeda sekali dengan zaman dahulu, maka dari itu upacara penting karena bentuk penghargaan dan menghargai jasa-jasa yang terlebih dahulu. Ini bukan seremonial, tapi masalah semangat nasionalisme, “tambahnya. Dengan perayaan yang kian semarak dilakukan, juga harus bisa berdampak pada semangat nasionalis terutama bagi para anak muda sebagai generasi bangsa ini. “Jangan Cuma update status, update foto bendera, update nama dengan lambang merah putih atau malahan sibuk cari diskon kemerdekaan. Tapi justru, kita lakukan aksi yang lebih nyata dan membangun dengan semangat 17-an, “sambungnya.
Ajang Agustusan juga, kata dia, untuk mengasah kreativitas sekaligus kekompakan dalam menanamkan karakter bangsa. Jangan heran, di momentum itu sering ditemukan permainan yang unik atau dekorasi yang menarik. “Yang paling dikangenin dari perayaan 17-an ini adalah lomba-lombanya kalau dulu itu yang ikutnya banyak bukan hanya anak kecil tapi sampai orang tua juga ikut. Jadi walaupun permainannya cenderung sederhana tapi sampai sekarang masih terus berkesan, ditambah kalau dulu keliling kampung naik sepeda hias, “ujarnya.
Lomba makan kerupuk, lomba kelereng, lomba menari berpasangan dengan balon, lomba tarik tambang, lomba panjat pinang, lomba perang bantal, lomba lumpat karung, lomba memasukan belut atau pensil kedalam botol, lomba ambil koin, setidaknya yang selalu mewarnai perayaan 17-an di berbagai daerah. Jika perlombaan tersebut kalau ditelisik lebih jauh memiliki makna yang mendalam dan erat dengan semangat juang. Seperti misalnya, lomba makan kerupuk yang menggambarkan betapa sulitnya di zaman penjajahan dulu masyarakat Indonesia untuk bisa menikmati pangan. “Kita sebagai generasi penerus jangan pernah berpikir, buat apa kerupuk diperebutkan, karena ya itu tadi zaman dulu itu ketika zaman perang yang susah sekali untuk bisa makan, “jelasnya.
Sama halnya dengan lomba panjat pinang yang mungkin sekarang sudah jarang dijumpai, bambu yang licin dan diatasnya banyak terdapat hadiah yang memiliki filosofi yang sangat sesuai dengan HUT Kemerdekaan RI 17-ann, yakni perjuangan yang tidak pernah sia-sia. Jatuh bangun memanjat, diakhir mendapatkan banyak hal yang sesuai. Atau pun lomba lompat karung yang sama juga representatifnya kondisi di zaman dulu.
Sementara dari pantauan tim Lawu News, kegiatan peringatan HUT RI ke-70 di SMPN 1 Cijeungjing digelar berbagai aneka kegiatan dari mulai gerak jalan santai dan aneka hiburan sampai bhakti sosial. Kegiatan tersebut diadakan menurut Kepala SMPN 1 Cijeungjing, dalam rangka menanamkan sifat karakter bangsa dan budaya mencintai lingkungan kepada warga SMPN 1 Cijeungjing. (mamay/dian)
Sayangnya, perlahan banyak tradisi yang mulai tergeserkan. Perayaan pun jauh berbeda dirasakan jika dibandingkan ketika masa-masa kecil dulu. Kalau dulu itu kan, hari-hari menjelang 17 Agustus para pahlawan sedang mati-matian berjuang supaya kita bisa merdeka hari ini. Nah, tapi sekarang kita justru sibuk memikirkan lomba, hadiah dan kegiatan lainnya tanpa mengingat jerih payah pahlawan. Padahal, karena bangsa ini sudah merdeka, sebetulnya perjuangan dan semangatnya harus bisa lebih dari waktu memperjuangkan kemerdekaan dulu, jangan sampai sebaliknya seperti sekarang ini. Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus memaknai semangat juang dari hari kemerdekaan dengan memberikan banyak kontribusi untuk nusa dan bangsa.
Hal tersebut dikemukakan Kepala SMPN 1 Cijeungjing, Dr. H Aning Efendi, M.Pd dalam memaknai peringatan HUT RI ke-70 kepada tim Lawu News disela-sela kegiatan peringatan HUT RI yang ke-70 yang dipusatkan di kampus SMPN 1 Cijeungjing di Jalan Ciamis-Banjar. Menurutnya, upacara adalah salah satu bagian dari tradisi 17-an pun jangan hanya dinilai tradisi seremonial biasa. “Sekarang ini kita bisa dengan bebasnya mengibarkan bendera, tanpa takut diserang, ditembak dan sebagainya. Berbeda sekali dengan zaman dahulu, maka dari itu upacara penting karena bentuk penghargaan dan menghargai jasa-jasa yang terlebih dahulu. Ini bukan seremonial, tapi masalah semangat nasionalisme, “tambahnya. Dengan perayaan yang kian semarak dilakukan, juga harus bisa berdampak pada semangat nasionalis terutama bagi para anak muda sebagai generasi bangsa ini. “Jangan Cuma update status, update foto bendera, update nama dengan lambang merah putih atau malahan sibuk cari diskon kemerdekaan. Tapi justru, kita lakukan aksi yang lebih nyata dan membangun dengan semangat 17-an, “sambungnya.
Ajang Agustusan juga, kata dia, untuk mengasah kreativitas sekaligus kekompakan dalam menanamkan karakter bangsa. Jangan heran, di momentum itu sering ditemukan permainan yang unik atau dekorasi yang menarik. “Yang paling dikangenin dari perayaan 17-an ini adalah lomba-lombanya kalau dulu itu yang ikutnya banyak bukan hanya anak kecil tapi sampai orang tua juga ikut. Jadi walaupun permainannya cenderung sederhana tapi sampai sekarang masih terus berkesan, ditambah kalau dulu keliling kampung naik sepeda hias, “ujarnya.
Lomba makan kerupuk, lomba kelereng, lomba menari berpasangan dengan balon, lomba tarik tambang, lomba panjat pinang, lomba perang bantal, lomba lumpat karung, lomba memasukan belut atau pensil kedalam botol, lomba ambil koin, setidaknya yang selalu mewarnai perayaan 17-an di berbagai daerah. Jika perlombaan tersebut kalau ditelisik lebih jauh memiliki makna yang mendalam dan erat dengan semangat juang. Seperti misalnya, lomba makan kerupuk yang menggambarkan betapa sulitnya di zaman penjajahan dulu masyarakat Indonesia untuk bisa menikmati pangan. “Kita sebagai generasi penerus jangan pernah berpikir, buat apa kerupuk diperebutkan, karena ya itu tadi zaman dulu itu ketika zaman perang yang susah sekali untuk bisa makan, “jelasnya.
Sama halnya dengan lomba panjat pinang yang mungkin sekarang sudah jarang dijumpai, bambu yang licin dan diatasnya banyak terdapat hadiah yang memiliki filosofi yang sangat sesuai dengan HUT Kemerdekaan RI 17-ann, yakni perjuangan yang tidak pernah sia-sia. Jatuh bangun memanjat, diakhir mendapatkan banyak hal yang sesuai. Atau pun lomba lompat karung yang sama juga representatifnya kondisi di zaman dulu.
Sementara dari pantauan tim Lawu News, kegiatan peringatan HUT RI ke-70 di SMPN 1 Cijeungjing digelar berbagai aneka kegiatan dari mulai gerak jalan santai dan aneka hiburan sampai bhakti sosial. Kegiatan tersebut diadakan menurut Kepala SMPN 1 Cijeungjing, dalam rangka menanamkan sifat karakter bangsa dan budaya mencintai lingkungan kepada warga SMPN 1 Cijeungjing. (mamay/dian)
Posting Komentar