Pangandaran (LawuPost) Kabupaten Pangandaran sebagai Kabupaten baru pemekaran dari Kabupaten Ciamis, sejak dulu terkenal dengan keindahan pantainya. Selain Pantai Barat dan Pantai Timur, Pantai Pasir Putih, Green Canyon, Pantai Karangnini dan Pantai Batukaras, di Kabupaten Pangandaran juga ada objek wisata Cagar Alam Pananjung Pangandaran milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat di bawah Kementerian Kehutanan.
Namun ada kabar kurang menggembirakan dari objek wisata di Kabupaten baru itu. Kabar tersebut yakni objek wisata Cagar Alam di Pantai Barat Pangandaran ternyata tidak memberikan kontribusi sepeser pun bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangandaran. Artinya, PAD Kabupaten Pangandaran dari objek wisata Cagar Alam terhitung nol rupiah.
Hal itu terungkap saat Komisi II DPRD Kabupaten Pangandaran mengadakan Rakor dengan dinas terkait di Gedung Tourist Information Center (TIC) Pangandaran beberapa waktu lalu. Hal tersebut tentu mengundang keprihatinan dari beberapa kalangan atas adanya objek wisata di Kabupaten Pangandaran yang tidak memberikan Kontribusi PAD terhadap pemerintah daerah tempat objek wisata itu berada. Beberapa tokoh asli kelahiran Pangandaran yang minta namanya disamarkan berpendapat, objek Wisata Cagar Alam Pananjung Pangandaran tahun lalu menaikan tarif masuk bagi pengunjung dari Rp 7000 per orang untuk wisatawan lokal menjadi Rp 15000 per orang dan tarif Rp 25000 per orang untuk wisatawan asing naik menjadi Rp 210.000 per orang.
Bila menilik tingkat kenaikan tarifnya memang terasa cukup fantastis. Bayangkan saja, untuk wisatawan lokal kenaikan tarifnya mencapai 110 persen. Sedangkan untuk wisatawan lokal kenaikan tarifnya lebih fantastis lagi, yakni mencapai 700 persen lebih. Semestinya dengan adanya kenaikan tarif masuk sebesar itu, objek wisata Cagar Alam sudah harus bisa menyumbang PAD bagi Pemkab Pangandaran. “Kita tidak tahu apakah belum ada kontribusi PAD dari Cagar Alam akibat penghasilan yang didapat dari objek wisata itu ditilap oknum atau memang Cagar Alam selalu merugi karena kekurangan pengunjung sehingga tidak bisa memberi kontribusi PAD. Yang jelas, jika memang Cagar Alam selalu merugi akibat kekurangan pengunjung, maka pengelola Cagar Alam harus segera melakukan langkah-langkah untuk memikat daya tarik. Sebab kondisi Cagar Alam sekarang memang sudah tidak memiliki daya tarik lagi, “ujar salah satu tokoh yang diamini tokoh lainnya.
Bayangkan saja, kini Cagar Alam ibaratkan hutan gersang, didalamnya hanya terdapat beberapa gua, pepohonan langka, monyet-monyet liar, rusa yang tidak terlalu banyak dan banteng yang tidak pernah menampakan diri. Untuk itu jika memang ingin Cagar Alam mendatangkan keuntungan dan bisa memberikan kontribusi terhadap PAD, maka solusi tepat adalah dengan menambah fasilitas yang ada di dalam Cagar Alam, semisal menambah koleksi hewan hutan mirip kebun binatang atau fasilitas lain yang bisa merangsang pengunjung untuk datang ke Cagar Alam.
Jalin Mou
Sebagai tindaklanjut dari PAD (Pendapatan Asli Daerah) nol rupiah untuk Pemkab Pangandaran atas enam wisata alam yang berada di bawah pengawasan Perum Perhutani sebagai pengusaha wisata alam dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Kabupaten Pangandaran, dalam waktu dekat ini Komisi II DPRD Kabupaten Pangandaran bersama Dinas Pariwisata, Perindagkop dan UMKM kabupaten Pangandaran akan melakukan koordinasi dengan pihak Perum perhutani dan BKSDA Kabupaten Pangandaran.
“Ya, dalam waktu dekat ini kami dan mitra kerja di DPRD yakni Komisi II akan melakukan kordinasi dengan pihak Perhutani dan BKSDA dalam rangka pengembangan wisata di Kabupaten Pangandaran,”ucap Kepala Dinas Pariwisata, Perindagkop Dan UMKM Kabupaten Pangandaran Muhlis. Karena kata Muhlis, banyak potensi wisata alam yang baru saja tergali seperti Gua Sinjang lawang, Jojogan, Regregan, Lanang dan lainnya yang berada di atas lahan milik perhutani.
Kepala BKSDA Kabupaten Pangandaran Yana Hedrayana mengatakan, pihaknya siap untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam pengembangan wisata di Kabupaten Pangandaran. “Ya, kami siap bahkan sangat siap untuk melakukan kerja sama untuk meningkatkan dan pengembangan pariwisata di Pangandaran,”ucapnya. Sementara kaitan dengan PAD, Yana menjelaskan bahwa pihaknya hanya mengelola satu objek wisata dari enam objek wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran. “Kami hanya mengelola satu objek wisata saja, yakni Cagar alam di pantai Pangandaran sebagai daerah konservasi, ”ungkapnya.
Dikatakan Yana, sementara untuk pengusaha wisata alam itu kewenangannya ada di Perum Perhutani. Sedangkan tufoksi BKSDA ucap dia, hanya melakukan pengawasan saja dan retribusinya disetorkan ke kas negara. Hal itu disampaikan Yana, karena berdasarkan PP nomor 12 tahun 2014 tentang penerimaan negara bukan pajak di wilayah kehutanan disetorkan langsung ke kas negara. Dijelaskan Yana, BKSDA Kabupaten Pangandaran masuk di Rayon II dan pengusahaannya berdasarkan SK Menhut no 341/Kpts-II/1996 tentang Izin Pengusahaan Pariwisata Alam itu adalah Perum Perhutani dengan luas 20 Hektare yang harus disetorkan langsung ke kas negara. “Kalau dulu iya, pada saat Pangandaran masih menginduk ke Ciamis, ada bagi hasil 30-70. Tapi sekarang kan tidak ada lagi semenjak SK Menhut tersebut diterbitkan,”jelasnya.
Di tempat terpisah Kepala BKPH/Asper Ciamis Hary Sudiana mengatakan perihal yang sama. “Memang benar ada aturan SK Menhut bahwa retribusi harus disetorkan melalui kas negara,”ungkapnya. Namun Hary sangat membuka lebar peluang untuk melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah daerah untuk pengembangan wisata di Pangandaran. “Kami sangat terbuka lebar untuk melakukan kerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk pengembangan wisata di Pangandaran,”ucapnya seraya menjelaskan bahwa wisata alam yang di bawah naungan Perum Perhutani ucap Hary yakni objek wisata Karang Nini, cagar alam, citumang, curug bojong, dan wisata lainnya. (mamay)
Namun ada kabar kurang menggembirakan dari objek wisata di Kabupaten baru itu. Kabar tersebut yakni objek wisata Cagar Alam di Pantai Barat Pangandaran ternyata tidak memberikan kontribusi sepeser pun bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangandaran. Artinya, PAD Kabupaten Pangandaran dari objek wisata Cagar Alam terhitung nol rupiah.
Hal itu terungkap saat Komisi II DPRD Kabupaten Pangandaran mengadakan Rakor dengan dinas terkait di Gedung Tourist Information Center (TIC) Pangandaran beberapa waktu lalu. Hal tersebut tentu mengundang keprihatinan dari beberapa kalangan atas adanya objek wisata di Kabupaten Pangandaran yang tidak memberikan Kontribusi PAD terhadap pemerintah daerah tempat objek wisata itu berada. Beberapa tokoh asli kelahiran Pangandaran yang minta namanya disamarkan berpendapat, objek Wisata Cagar Alam Pananjung Pangandaran tahun lalu menaikan tarif masuk bagi pengunjung dari Rp 7000 per orang untuk wisatawan lokal menjadi Rp 15000 per orang dan tarif Rp 25000 per orang untuk wisatawan asing naik menjadi Rp 210.000 per orang.
Bila menilik tingkat kenaikan tarifnya memang terasa cukup fantastis. Bayangkan saja, untuk wisatawan lokal kenaikan tarifnya mencapai 110 persen. Sedangkan untuk wisatawan lokal kenaikan tarifnya lebih fantastis lagi, yakni mencapai 700 persen lebih. Semestinya dengan adanya kenaikan tarif masuk sebesar itu, objek wisata Cagar Alam sudah harus bisa menyumbang PAD bagi Pemkab Pangandaran. “Kita tidak tahu apakah belum ada kontribusi PAD dari Cagar Alam akibat penghasilan yang didapat dari objek wisata itu ditilap oknum atau memang Cagar Alam selalu merugi karena kekurangan pengunjung sehingga tidak bisa memberi kontribusi PAD. Yang jelas, jika memang Cagar Alam selalu merugi akibat kekurangan pengunjung, maka pengelola Cagar Alam harus segera melakukan langkah-langkah untuk memikat daya tarik. Sebab kondisi Cagar Alam sekarang memang sudah tidak memiliki daya tarik lagi, “ujar salah satu tokoh yang diamini tokoh lainnya.
Bayangkan saja, kini Cagar Alam ibaratkan hutan gersang, didalamnya hanya terdapat beberapa gua, pepohonan langka, monyet-monyet liar, rusa yang tidak terlalu banyak dan banteng yang tidak pernah menampakan diri. Untuk itu jika memang ingin Cagar Alam mendatangkan keuntungan dan bisa memberikan kontribusi terhadap PAD, maka solusi tepat adalah dengan menambah fasilitas yang ada di dalam Cagar Alam, semisal menambah koleksi hewan hutan mirip kebun binatang atau fasilitas lain yang bisa merangsang pengunjung untuk datang ke Cagar Alam.
Jalin Mou
Sebagai tindaklanjut dari PAD (Pendapatan Asli Daerah) nol rupiah untuk Pemkab Pangandaran atas enam wisata alam yang berada di bawah pengawasan Perum Perhutani sebagai pengusaha wisata alam dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Kabupaten Pangandaran, dalam waktu dekat ini Komisi II DPRD Kabupaten Pangandaran bersama Dinas Pariwisata, Perindagkop dan UMKM kabupaten Pangandaran akan melakukan koordinasi dengan pihak Perum perhutani dan BKSDA Kabupaten Pangandaran.
“Ya, dalam waktu dekat ini kami dan mitra kerja di DPRD yakni Komisi II akan melakukan kordinasi dengan pihak Perhutani dan BKSDA dalam rangka pengembangan wisata di Kabupaten Pangandaran,”ucap Kepala Dinas Pariwisata, Perindagkop Dan UMKM Kabupaten Pangandaran Muhlis. Karena kata Muhlis, banyak potensi wisata alam yang baru saja tergali seperti Gua Sinjang lawang, Jojogan, Regregan, Lanang dan lainnya yang berada di atas lahan milik perhutani.
Kepala BKSDA Kabupaten Pangandaran Yana Hedrayana mengatakan, pihaknya siap untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam pengembangan wisata di Kabupaten Pangandaran. “Ya, kami siap bahkan sangat siap untuk melakukan kerja sama untuk meningkatkan dan pengembangan pariwisata di Pangandaran,”ucapnya. Sementara kaitan dengan PAD, Yana menjelaskan bahwa pihaknya hanya mengelola satu objek wisata dari enam objek wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran. “Kami hanya mengelola satu objek wisata saja, yakni Cagar alam di pantai Pangandaran sebagai daerah konservasi, ”ungkapnya.
Dikatakan Yana, sementara untuk pengusaha wisata alam itu kewenangannya ada di Perum Perhutani. Sedangkan tufoksi BKSDA ucap dia, hanya melakukan pengawasan saja dan retribusinya disetorkan ke kas negara. Hal itu disampaikan Yana, karena berdasarkan PP nomor 12 tahun 2014 tentang penerimaan negara bukan pajak di wilayah kehutanan disetorkan langsung ke kas negara. Dijelaskan Yana, BKSDA Kabupaten Pangandaran masuk di Rayon II dan pengusahaannya berdasarkan SK Menhut no 341/Kpts-II/1996 tentang Izin Pengusahaan Pariwisata Alam itu adalah Perum Perhutani dengan luas 20 Hektare yang harus disetorkan langsung ke kas negara. “Kalau dulu iya, pada saat Pangandaran masih menginduk ke Ciamis, ada bagi hasil 30-70. Tapi sekarang kan tidak ada lagi semenjak SK Menhut tersebut diterbitkan,”jelasnya.
Di tempat terpisah Kepala BKPH/Asper Ciamis Hary Sudiana mengatakan perihal yang sama. “Memang benar ada aturan SK Menhut bahwa retribusi harus disetorkan melalui kas negara,”ungkapnya. Namun Hary sangat membuka lebar peluang untuk melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah daerah untuk pengembangan wisata di Pangandaran. “Kami sangat terbuka lebar untuk melakukan kerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk pengembangan wisata di Pangandaran,”ucapnya seraya menjelaskan bahwa wisata alam yang di bawah naungan Perum Perhutani ucap Hary yakni objek wisata Karang Nini, cagar alam, citumang, curug bojong, dan wisata lainnya. (mamay)