Kalimantan Timur, Balikpapan (LawuPost.Com) Semenjak dikenalkan pembelajaran aktif model pendekatan MIKIR (Mengalami, Interaksi, KOmunikasi dan Refleksi) beberapa bulan lalu oleh Program PINTAR Tanoto Foundation, banyak guru di Kaltim menjadi semakin kreatif. Dalam berhitung umpamanya, mereka tidak hanya mengajar bagaimana menjumlah atau mengurangi bilangan berdasarkan buku paket, tapi bagaimana menjadikan kemampuan menghitung itu juga langsung bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya seperti yang dilakukan oleh ibu Tri Indriyanti, guru kelas 2 SD OO1 Balikpapan Timur. Dengan pelajaran matematika, ia ingin mengetahui dan mendukung bakat anak-anak apakah bisa menjadi calon fashion designer atau tidak. Bagaimana caranya? Gambarannya adalah seperti berikut;
Dalam pembelajaran matematika untuk kelas dua tentang ukuran panjang yang dulunya memakai metode ceramah atau sekedar mengerjakan tugas di buku, Kini bu Indri menyuruh anak-anak berdasarkan kelompok membawa alat-alat ukur sendiri dan membuat desain baju.
Alat ukur itu ada dua yaitu alat ukur baku, seperti penggaris, meteran roll dan meteran bahan dan alat ukur tidak baku seperti tali raffia. “Jadi tidak lagi mengerjakan soal di buku. Dengan alat ukur tersebut, mereka diberi pengalaman langsung mengukur baju dan mendisain baju temannya,” ujarnya, 13 Februari 2019.
Setiap kelompok siswa di kelas tersebut rata-rata terdiri dari empat orang. Sebelum meminta anak-anak mendisain baju, bu Indri memberi mereka lembar kerja yang isinya meminta para siswa mengukur baju teman-temannya dalam satu kelompok: tinggi badan, lingkar kepala, panjang lengan, panjang lingkar pinggang, panjang celana atau rok dan lain-lain.
Setelah selesai mengisi lembar kerja, mereka juga diberi pertanyaan lanjutan. Siapakah yang paling tinggi di kelompok kalian? Mereka juga diminta mengurutkan nama-nama temannya yang paling panjang celananya.
Setelah kerja kelompok tersebut selesai, sebagai tugas Individu, siswa diminta menjawab pertanyaan sebagai berikut: jika kalian menjadi fashion designer, siapakah temanmu yang membutuhkan paling banyak kain? Berikan alasan?
Dengan pertanyaan tersebut, setiap anak memberikan ukuran angka-angka, misalnya panjang lengan 55 cm, lingkar pinggang 62 cm dan seterusnya.
Setelah selesai, bu Indri meminta siswa menggambar desain baju temannya yang paling tinggi tersebut berdasarkan ukuran-ukuran yang telah ditulisnya. Masing-masing siswa berlomba-lomba mendisain baju.
“Ternyata hasilnya tidak terduga sama sekali. Dengan saya bebaskan mereka menggambar sesuai dengan desain sendiri, untuk kelas dua, kreasi mereka sangat memuaskan,” ujar bu Indri kaget melihat hasilnya. Apalagi para siswa menambahkan gambar-gambar hiasan di desain baju yang mereka rancang.
Salah seorang siswa, Adilla Fildzah Putri Diawan, setelah melakukan tugas itu, merasa benar-benar ingin jadi desainer.
Dia berujar, “Setelah menyelesaikan tugas tadi, saya ternyata merasa bisa menjadi pendisain baju,”ujar siswa kelas dua ini gembira.
“Tanoto foundation memang menekankan pembelajaran yang kontekstual. Artinya murid sebisa mungkin diajak untuk langsung mengaplikasikan konsep dalam konteks yang sesuai, sehingga ilmunya bisa langsung diaplikasikan,” ujar Mustajib, Communication Specialist Program PINTAR Tanoto Foundation. Program yang merupakan kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kemenag kota Balikpapan dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim.
Misalnya seperti yang dilakukan oleh ibu Tri Indriyanti, guru kelas 2 SD OO1 Balikpapan Timur. Dengan pelajaran matematika, ia ingin mengetahui dan mendukung bakat anak-anak apakah bisa menjadi calon fashion designer atau tidak. Bagaimana caranya? Gambarannya adalah seperti berikut;
Dalam pembelajaran matematika untuk kelas dua tentang ukuran panjang yang dulunya memakai metode ceramah atau sekedar mengerjakan tugas di buku, Kini bu Indri menyuruh anak-anak berdasarkan kelompok membawa alat-alat ukur sendiri dan membuat desain baju.
Alat ukur itu ada dua yaitu alat ukur baku, seperti penggaris, meteran roll dan meteran bahan dan alat ukur tidak baku seperti tali raffia. “Jadi tidak lagi mengerjakan soal di buku. Dengan alat ukur tersebut, mereka diberi pengalaman langsung mengukur baju dan mendisain baju temannya,” ujarnya, 13 Februari 2019.
Setiap kelompok siswa di kelas tersebut rata-rata terdiri dari empat orang. Sebelum meminta anak-anak mendisain baju, bu Indri memberi mereka lembar kerja yang isinya meminta para siswa mengukur baju teman-temannya dalam satu kelompok: tinggi badan, lingkar kepala, panjang lengan, panjang lingkar pinggang, panjang celana atau rok dan lain-lain.
Setelah selesai mengisi lembar kerja, mereka juga diberi pertanyaan lanjutan. Siapakah yang paling tinggi di kelompok kalian? Mereka juga diminta mengurutkan nama-nama temannya yang paling panjang celananya.
Setelah kerja kelompok tersebut selesai, sebagai tugas Individu, siswa diminta menjawab pertanyaan sebagai berikut: jika kalian menjadi fashion designer, siapakah temanmu yang membutuhkan paling banyak kain? Berikan alasan?
Dengan pertanyaan tersebut, setiap anak memberikan ukuran angka-angka, misalnya panjang lengan 55 cm, lingkar pinggang 62 cm dan seterusnya.
Setelah selesai, bu Indri meminta siswa menggambar desain baju temannya yang paling tinggi tersebut berdasarkan ukuran-ukuran yang telah ditulisnya. Masing-masing siswa berlomba-lomba mendisain baju.
“Ternyata hasilnya tidak terduga sama sekali. Dengan saya bebaskan mereka menggambar sesuai dengan desain sendiri, untuk kelas dua, kreasi mereka sangat memuaskan,” ujar bu Indri kaget melihat hasilnya. Apalagi para siswa menambahkan gambar-gambar hiasan di desain baju yang mereka rancang.
Salah seorang siswa, Adilla Fildzah Putri Diawan, setelah melakukan tugas itu, merasa benar-benar ingin jadi desainer.
Dia berujar, “Setelah menyelesaikan tugas tadi, saya ternyata merasa bisa menjadi pendisain baju,”ujar siswa kelas dua ini gembira.
“Tanoto foundation memang menekankan pembelajaran yang kontekstual. Artinya murid sebisa mungkin diajak untuk langsung mengaplikasikan konsep dalam konteks yang sesuai, sehingga ilmunya bisa langsung diaplikasikan,” ujar Mustajib, Communication Specialist Program PINTAR Tanoto Foundation. Program yang merupakan kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kemenag kota Balikpapan dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim.
Dengan model aplikatif tersebut, dia berharap siswa langsung dapat mengapliksikan matematika dalam kehidupannya sehari-hari. “Sehingga apa yang di dapat di kelas, dapat langsung dihubungkan dengan yang diluar kelas, dalam kehidupan nyata,” ujarnya menutup.
_______________________________
Team Redaksi www.lawupost.com
Reporter/Editor : Yudi
Posting Komentar