Perang Dagang USA vs China
Oleh : Hari Mulyanto, Alumni Tannas UGM
Genderang perang Amerika Serikat (USA) dengan China
sudah dikumandangkan. Namun perang ini bukan perang senjata (hard power) tetapi ini adalah perang
ekonomi (soft power) yaitu perang
dagang. Kalau dulu USA pernah melakukan
perang dingin dengan Uni Sovyet (sekarang Rusia) yang menyebabkan ketegangan
dunia karena adanya perlombaan senjata (arm
race), maka perang dagang ini juga dapat memicu ketegangan dunia.
Dalam kaca mata saya, China sudah sejak lama
menyiapkan kondisi ini. Dulu China yang merupakan negara tirai bambu, sangat
menutup diri dengan dunia luar. Namun mereka tidak berpangku tangan, seperti
apa kata Sun Tzu, seorang Panglima Perang China yang pernah hidup beberapa abad
yang lalu pernah mengatakan bahwa China
is a sleeping giant, China itu ibarat raksasa yang sedang tidur. Jika
raksasa itu bangun maka akan mengguncang dunia.
Posisi China saat ini sudah mulai bangun, bukan
menggeliat lagi (wake up) tapi sudah get up. Maka yang terjadi adalah kondisi
saat ini. Ekonomi China sudah tumbuh sangat pesat dan menguasai hampir separuh
lebih ekonomi dunia. Dimana-mana, diseluruh dunia didominasi oleh produk China.
Kita boleh cek di seluruh pusat perbelanjaan dunia pasti diserbu dengan
barang-barang buatan China (made in China). Tidak hanya barang jadi (man made) tetapi juga buah-buahan
yang harganya lebih murah dibanding produk lokal.
Apalagi dengan strategi One Belt One Road (OBOR), China kembali ingin membangun jalur
sutera perdagangannya di seluruh dunia.
Mungkin karena sepak terjang China yang tidak
terbendung inilah, maka negeri Paman Sam (USA) mendeklarasikan perang dagang
dengan China dengan menaikkan bea tarif masuk produk China yang sangat tinggi,
dan China pun tidak gentar dengan kebijakan Amerika dan bahkan membalas
menaikkan bea tarif masuk produk Amerika yang masuk ke China.
Perang dagang memang tidak sama dengan perang senjata
seperti pada perang dunia pertama dan kedua.
China telah mengambil langkah yang luar biasa untuk mendominasi dunia.
China tidak mau gagal seperti Uni Soviet pada saat perang dingin dengan Amerika
Serikat, yang melakukan perlombaan senjata besar-besaran. China lebih memilih
untuk menggunakan soft power dalam
upayanya untuk menguasai dunia, melalui penguatan ekonomi dan perluasan wilayah
perdagangannya.
Pihak Amerika sendiri saat ini sudah mengakui bahwa
China ingin menggeser Amerika sebagai kekuatan super power baru. Perang dagang
USA vs China pasti akan berdampak terhadap kehidupan global, regional dan
nasional.
Untuk menjawab tantangan itu, maka dibutuhkan
panglima-panglima perang dagang yang tangguh dan ahli-ahli ekonomi yang handal
dan brilian untuk menghadapi situasi ini. Perang dagang memang tidak sama
dengan perang senjata tetapi dampaknya pasti akan dirasakan oleh seluruh umat
manusia di dunia ini termasuk di Indonesia.
Lalu sudah siapkah bangsa Indonesia menghadapi kondisi
perang dagang ini? Saat ini memang dampak perang dagang USA vs China belum
terasa, namun kondisi ini harus terus dicermati dan disikapi dengan seksama
sehingga bangsa Indonesia tidak menjadi korban ibarat gajah bertarung melawan
gajah, pelanduk mati ditengah-tengah.
Salah satu solusi untuk menghadapi kondisi perang
dagang ini adalah dengan penguatan ketahanan nasional di bidang pangan. Bangsa
Indonesia yang dikaruniai oleh Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa dengan berbagai
sumber kekayaan alam yang ada di dalam bumi Indonesia khususnya kesuburan
tanahnya dan kekayaan lautnya harus dikelola dan diekspoitasi untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri sehingga tercipta kemandirian dan ketahanan pangan.
Pemerintah Indonesia harus mampu memberdayakan petani dan nelayan kita, untuk
mewujudkan swasembada pangan, meningkatkan ketahanan pangan dan menghindari impor
bahan pangan yang justru melemahkan produktivitas dalam negeri.
Indonesia yang diibaratkan jamrud di khatulistiwa,
gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo, sebagaimana syair
nyanyian Koes Ploes "tanah kita tanah sorga tongkat kayu dan batu jadi
tanaman" harus mampu kita kelola dengan swadaya dan swakelola, sehingga
mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Jangan sampai rakyat kita sengsara dan kelaparan
ibarat ayam mati di lumbung padi. Kalau beras masih impor dan bahkan garam
masih impor, maka perlu ada evaluasi yang mendalam terhadap upaya pemberdayaan
petani kita dan pengelolaan sumber daya alam kita. Dampak sosial akibat perang
dagang USA vs China yang langsung maupun tidak langsung akan kita rasakan
nantinya adalah kenaikan harga barang, kelangkaan barang kebutuhan dan bahkan
matinya produk ekspor akibat situasi perdagangan global.
Oleh karena itu, hanya negara yang memiliki ketahanan
nasional di bidang pangan dan kekuatan ekonomilah yang akhirnya mampu menjawab
dan menghadapi dampak perang dagang USA vs China.
Dan sudah saatnyalah para panglima perang dagang dan
ahli ekonomi Indonesia mampu merumuskan langkah dan strategi dalam menghadapi
dampak global akibat perang dagang USA vs China sehingga dapat memproteksi
rakyat Indonesia dari kesengsaraan dan penderitaan.(***)