Ciamis (LawuPost.Com) - Selain berada di daerah pertemuan lempeng Euro-asia dan Indo-Australia, pada bagian selatan dan timur Indonesia juga terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari pulau Sumatera – Jawa - Nusa Tenggara – Sulawesi. Sehingga wilayah Indonesia termasuk Jawa Barat memiliki tingkat kerawanan bencana alam yang tinggi seperti tsunami, gempa bumi, dan letusan gunung berapi.
Selain itu, wilayah Indonesia juga terletak di daerah iklim tropis, dengan dua musim yaitu kemarau dan hujan, serta kondisi topografi permukaan dan bantuan yang relatif beragam, tidak terkecuali Jawa Barat yang memiliki bentuk topografi berupa pegunungan yang curam di bagian selatan, lereng bukit yang landai di bagian tengah, dan wilayah daratan luas di bagian Utara, sehingga berpotensi menimbulkan bencana hydrometeorology berupa banjir, tanah longsor, angin putting beliung, kebakaran hutan, hingga kekeringan.
Wakil gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar (Demiz) mengungkapkan, berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, terhitung sejak bulan Januari sampai dengan April 2017, tercatat bahwa Jawa Barat telah mengalami 333 kali bencana, yaitu bencana tanah longsor sebanyak 136 kali, banjir 67 kali, angin putting beliung 58 kali, kebakaran 68 kali, gempa bumi 3 kali, dan gelombang pasang sebanyak 1 kali. “Kejadian bencana tersebut menelan korban jiwa sebanyak 11 orang, 4 orang hilang atau belum ditemukan, 38.820 orang luka, dan mengungsi sebanyak 1.268 orang. Sedangkan kerusakan fisik berupa rumah, mulai dari kerusakan ringan hingga berat jumlahnya sebanyak 7.995 rumah, dengan kerugian diperkirakan mencapai 18 miliar rupiah, “ ungkap Demiz pada Apel Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana, dalam rangka Puncak Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-13 TAGANA Jawa Barat Tahun 2017, di Detasemen Kavaleri Berkuda, Kabupaten Bandung Barat.
Mengingat terjadinya bencana yang disebabkan oleh faktor alam ataupun faktor non alam merupakan peristiwa yang sulit untuk diperkirakan secara tepat dan pasti, maka kewaspadaan serta kesiapsiagaan terhadap segala kemungkinan bencana perlu ditingkatkan.
Demiz menambahkan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan harus dilakukan dengan terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh mulai dari tahap pra-bencana, pada saat terjadi bencana, sampai dengan paska bencana, pada saat terjadi bencana, sampai dengan paska bencana, termasuk dengan menambah dan memperkuat Kampung Siaga Bencana sehingga dampak resiko bencana dapat diminimalisir. “Kesiapsiagaan terkait sumber daya dan peralatan menjadi sebuah keniscayaan, agar kita dapat memberikan respon secara cepat dan tepat terhadap bencana yang terjadi, terutama pada masa tanggap darurat atau 72 jam pertama yang meliputi pendataan secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya penentuan status keadaan darurat bencana, penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar, “ tuturnya.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia Harry Himat, mengakui yakin TAGANA Provinsi Jawa Barat dapat mengemban amanah ketika Jawa Barat terjadi bencana, satu jam siap berada di tempat, dan selalu berupaya sekeras mungkin, sekuat tenaga melakukan berbagai upaya pertolongan bantuan, dan perlindungan bagi para korban yang terkena bencana alam, maupun bencana sosial.
Akhir-akhir ini kata Harry, terlihat cukup prihatin dengan beberapa bencana yang terjadi di Provinsi Jawa Barat, dari data nasional yang Ia sebutkan, ada 323 Kabupaten/Kota yang termasuk rawan bencana, dan sebagian diantaranya ada di Provinsi Jawa Barat. “Ada banjir, longsor, pergerakan tanah, mewarnai kehidupan kita. Dan kami melihat cara nyata TAGANA hadir ber jibaku mendedikasikan dirinya dan melakukan berbagai upaya pertolongan secara militan tanpa kenal lelah, “katanya. (mamay)
Selain itu, wilayah Indonesia juga terletak di daerah iklim tropis, dengan dua musim yaitu kemarau dan hujan, serta kondisi topografi permukaan dan bantuan yang relatif beragam, tidak terkecuali Jawa Barat yang memiliki bentuk topografi berupa pegunungan yang curam di bagian selatan, lereng bukit yang landai di bagian tengah, dan wilayah daratan luas di bagian Utara, sehingga berpotensi menimbulkan bencana hydrometeorology berupa banjir, tanah longsor, angin putting beliung, kebakaran hutan, hingga kekeringan.
Wakil gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar (Demiz) mengungkapkan, berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, terhitung sejak bulan Januari sampai dengan April 2017, tercatat bahwa Jawa Barat telah mengalami 333 kali bencana, yaitu bencana tanah longsor sebanyak 136 kali, banjir 67 kali, angin putting beliung 58 kali, kebakaran 68 kali, gempa bumi 3 kali, dan gelombang pasang sebanyak 1 kali. “Kejadian bencana tersebut menelan korban jiwa sebanyak 11 orang, 4 orang hilang atau belum ditemukan, 38.820 orang luka, dan mengungsi sebanyak 1.268 orang. Sedangkan kerusakan fisik berupa rumah, mulai dari kerusakan ringan hingga berat jumlahnya sebanyak 7.995 rumah, dengan kerugian diperkirakan mencapai 18 miliar rupiah, “ ungkap Demiz pada Apel Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana, dalam rangka Puncak Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-13 TAGANA Jawa Barat Tahun 2017, di Detasemen Kavaleri Berkuda, Kabupaten Bandung Barat.
Mengingat terjadinya bencana yang disebabkan oleh faktor alam ataupun faktor non alam merupakan peristiwa yang sulit untuk diperkirakan secara tepat dan pasti, maka kewaspadaan serta kesiapsiagaan terhadap segala kemungkinan bencana perlu ditingkatkan.
Demiz menambahkan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan harus dilakukan dengan terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh mulai dari tahap pra-bencana, pada saat terjadi bencana, sampai dengan paska bencana, pada saat terjadi bencana, sampai dengan paska bencana, termasuk dengan menambah dan memperkuat Kampung Siaga Bencana sehingga dampak resiko bencana dapat diminimalisir. “Kesiapsiagaan terkait sumber daya dan peralatan menjadi sebuah keniscayaan, agar kita dapat memberikan respon secara cepat dan tepat terhadap bencana yang terjadi, terutama pada masa tanggap darurat atau 72 jam pertama yang meliputi pendataan secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya penentuan status keadaan darurat bencana, penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar, “ tuturnya.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia Harry Himat, mengakui yakin TAGANA Provinsi Jawa Barat dapat mengemban amanah ketika Jawa Barat terjadi bencana, satu jam siap berada di tempat, dan selalu berupaya sekeras mungkin, sekuat tenaga melakukan berbagai upaya pertolongan bantuan, dan perlindungan bagi para korban yang terkena bencana alam, maupun bencana sosial.
Akhir-akhir ini kata Harry, terlihat cukup prihatin dengan beberapa bencana yang terjadi di Provinsi Jawa Barat, dari data nasional yang Ia sebutkan, ada 323 Kabupaten/Kota yang termasuk rawan bencana, dan sebagian diantaranya ada di Provinsi Jawa Barat. “Ada banjir, longsor, pergerakan tanah, mewarnai kehidupan kita. Dan kami melihat cara nyata TAGANA hadir ber jibaku mendedikasikan dirinya dan melakukan berbagai upaya pertolongan secara militan tanpa kenal lelah, “katanya. (mamay)
Posting Komentar