MAROS (LawuPost)
Sulawesi Selatan, - Berdasarkan Survey yang dilakukan oleh PISA
(Program for International Student Achievement) dan OECD (Organisation
for Economic Co-operation and Development)
tahun 2012, 76% siswa Indonesia pencerapan terhadap pelajaran
matematikanya rendah dan sangat rendah. Uji kompetensi guru yang
dilaksanakan oleh pemerintah tahun 2015 mempertegas bahwa hal itu
disebabkan oleh rendahnya kemampuan guru dalam mengajar. Nilai
UKG tahun 2015 menunjukkan rata-rata nilai kompetensi guru masih
dibawah standar yaitu hanya 53 dari nilai maksimal 100. “Rendahnya
pencerapan siswa sebenarnya hampir terjadi di semua pelajaran dan tentu
saja kompentensi guru adalah salah satu penyebabnya,”
ujar Jamaruddin Provincial Coordinator USAID PRIORITAS Sulsel di
kantornya (31 Agustus 2015) .
Sayangnya,
kepala sekolah dan pengawas, yang seharusnya mampu menilai kemampuan
guru mengajar dan membina mereka menjadi lebih baik, tidak memiliki
kapasitas memadai untuk melakukan hal
tersebut. Rata-rata hasil nilai uji kompetensi pengawas secara nasional
tahun 2015 cuma 41, 49, dan kepala sekolah cuma 45,92 jauh dibawah
nilai maksimal 100. Ujung-ujungnya berakibat pada rendahnya kapasitas
siswa. “Pada akhirnya yang jadi korban selalu siswa
dan masa depan bangsa ini,”tegas Jamaruddin.
Mencermati
rendahnya kapasitas kepala sekolah, Ibu Nurcaya, pengawas sekolah di
Maros memiliki cara unik tersendiri untuk mengatasi hal tersebut. Dia
mengorganisasi kepala sekolah untuk
bersama-sama mengawasi satu guru saja pada jadwal yang sudah ditentukan
bersama. “Banyak guru setelah diawasi malah protes dengan nilai yang
diberikan. Hasil penilaian supervisi kepala sekolah sering tidak
konsisten. Kebanyakan karena supervisor atau kepala
sekolah sendiri tidak mengetahui secara persis aspek-aspek yang dinilai
dalam supervisi, misalnya saja mereka kurang mengetahui aspek yang
dinilai pada pokok melayani perbedaan individu dan
indikator-indikatornya,” ujarnya.
Sebagai
seorang pengawas yang memantau pelaksanaan kegiatan supervisi
tersebut, Ibu Nurcaya kemudian menggagas supervisi kepala sekolah
secara berkelompok kecil (2-3 orang). Selama ini
supervisi dilaksanakan sendiri-sendiri. “Dengan supervisi kelompok ini,
saya berharap masing-masing individu saling bisa belajar dan saling
mengisi dalam memahami instrument-instrumen pengawasan,” ujarnya.
Gagasan
ibu Nurcaya diterima dengan baik oleh para kepala sekolah di salah satu
gugus kecamatan di Turikale Maros. Mereka langsung membuat jadwal dan
mengangkat ketua kelompok masing-masing.
Ketua kelompok ini merupakan orang-orang yang sebelumnya pernah dilatih
baik mengenai pengawasan sekolah maupun pembelajaran oleh USAID
PRIORITAS, sehingga dianggap mampu menularkan ilmunya kepada yang
lain. Para kepala sekolah sebelumnya juga difasilitasi
memahami instrumen yang akan digunakan dengan dipandu oleh
masing-masing ketua kelompok dan ibu Nurcaya sebagai pengawas menjadi
nara sumber. Mereka mendiskusikannnya hingga semua indikator yang akan
diamati terpahami secara baik oleh masing-masing kepala
sekolah.
Sesuai
jadwal, mereka kemudian melakukan pengawasan satu guru di satu sekolah
secara bersama dengan menggunakan instrumen yang sama pula. Setelah
pengamatan selesai, kelompok tersebut
menganalisis secara bersama hasilnya dan membuat kesimpulan serta
rekomendasi dari obyek yang sama pula untuk menyusun program perbaikan
kualitas pembelajaran berikutnya. Analisis dan refleksi ini dilakukan
di sekolah. Selanjutnya hasilnya diteruskan kepada
guru yang bersangkutan. Refleksi juga dilakukan di kelompok besar MKSS
dengan melibatkan pengawas, yang memberikan penguatan lebih lanjut.
Dengan refleksi di MKKS, maka semua kepala sekolah juga mendengar, bisa
ikut belajar dan memberi masukan.
Ternyata
dengan cara demikian, kapasitas mengawasi dan membina guru oleh kepala
sekolah naik dengan pesat. Ini terbukti dengan kemampuan
mengoperasionalisasikan penilaian dengan lebih
detail dan terperinci. Mereka juga mencatat fakta-fakta pembelajaran
dengan lebih banyak. “Hasil evaluasi menunjukkan mereka sangat puas
dengan kegiatan ini dan bahkan berharap sebenarnya kegiatan seperti ini
dilakukan sejak dulu, supaya nilai mereka lebih
meningkat dalam UKKS dan lebih bisa meningkatkan kapasitas guru,” ujar
Nurcaya.(***)