-->

Notification

×

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Warga Peloksok Banyak Terjebak Rentenir

Jumat, 19 Februari 2016 | 15.08 WIB Last Updated 2016-02-19T23:08:13Z
Ciamis (LawuPost) - Kendati perbankan saat ini sudah menjangkau ke pedesaan, namun nyatanya rentenir yang berkedok koperasi masih saja menjamur. Bahkan para rentenir yang dikenal di masyarakat dengan istilah “Bank Keliling” ini tak hanya menyisir para pelaku usaha kecil sebagai nasabahnya, tetapi juga para ibu rumah tangga. Akibatnya, banyak ibu rumah tangga yang terjebak rentenir. Padahal uang yang mereka pinjam dari para rentenir keliling ini, umumnya bukan untuk keperluan penting, tetapi keperluan sekunder seperti alat-alat rumah tangga yang sebenarnya mereka sudah punya. Fakta ini hampir terjadi hampir di setiap daerah. bahkan kini para rentenir kian menjamur di sejumlah peloksok desa. Warga di sejumlah daerah peloksok di pinggiran Kota Ciamis mengaku banyak yang terjebak rentenir. Tak hanya pedagang kecil, tapi hal tersebut merambah ke ibu rumah tangga. Umumnya warga terlena, karena rentenir yang berkedok koperasi atau biasa disebut bank keliling ini menawarkan pinjaman dengan persyaratan yang mudah. Oleh karenanya, warga terutama yang menbutuhkan modal maupun kebutuhan sehari-hari tergiur untuk meminjam uang.  

“Ya karena ditawari pinjaman, terus syaratnya juga mudah dan bisa mendadak. Kalau lagi kepepet butuh modal, akhirnya kami pinjam juga,” ujar Kasti (48), pedagang warung kecil di Lingkungan Bangunsari Kelurahan Maleber Kecamatan/Kabupaten Ciamis, Selasa (12/1).  Wanita paruh baya ini memang mengetahui bahwa resiko meminjam ke bank keliling sangat menyulitkan dirinya, karena bunga pinjaman sangat besar.

 Namun karena diberikan kemudahan dan terdesak, akhirnya terpaksa memberanikan diri untuk meminjam uang. “Akhirnya jadi ketergantungan. Padahal kalau dihitung bunganya besar. Tapi yang meminjam banyak jadi saya juga terbawa,” ucapnya. Kasti menyebutkan, dulu sebelum banyak bank keliling beroprasi seperti sekarang, dirinya belum pernah meminjam uang. Jikapun berani meminjam, paling kepada saudara dekat. Namun setelah maraknya bank keliling, tak hanya dia selaku pedagang kecil yang berani meminjam, tapi ibu rumah tangga yang tidak beraktivitas dagang pun memberanikan pinjam. “Siapapun diberi pinjaman asalkan ada foto copy KTP,” ungkapnya. Kondisi ini juga diakui warga didesa lainnya. Di salah satu desa peloksok, modus proses pinjam uang yang dilakukan bank keliling, dengan terlebih dahulu dibentuk kelompok. Kemudian kelompok yang terdiri dari sejumlah warga tersebut beramai-rama meminjam uang dengan jumlah tertentu, tentunya dengan sejumlah persyaratan yang harus disertakan.

Meskipun berbunga tinggi, menurut warga, mereka terpaksa meminjam kepada rentenir karena faktor desakan ekonomi. “Saya juga pada awalnya tidak mau. Tapi sering ditawari, pas kebetulan butuh, ya terpaksa meminjam,” kata Rokayah (45) warga lainnya. Kepala Desa Mekarjaya Kecamatan Baregbeg, Elan Suherlan membenarkan maraknya rentenir berkedok koperasi yang beroperasi di daerahnya. Namun demikian, dia menyikapi hal itu justru menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah desa. Untuk mengantisipasinya, tambah dia, Pemdes akan mengintensifkan simpan pinjam dibawah naungan Bumdes. “Kami juga harus kiat giat memberikan penjelasan  kepada warga tentang bahayanya pinjaman berbunga besar,” katanya. Ia berharap dengan berjalannya Bumdes secara maksimal bisa mengajak masyarakat agar menjauhi rentenir yang berkedok koperasi.

Maraknya rentenir di Kabupaten Ciamis berdasarkan pantauan tim Lawu News, bisa dikatakan sudah kategori meresahkan. Aktivitas keseharian mereka secara terang-terangan bisa dilihat disetiap pagi dilokasi-lokasi Pasar Manis Ciamis, mereka bergerombol dan bergerilya menawarkan jasa dengan suku bunga yang mencekik tanpa ada tindakan tegas dari aparat terkait. Banyaknya para pedagang yang terjerat pada praktek rentenir ini sudah merupakan potret keseharian dan sudah menjadi pemandangan umum. Wiwi (29) warga lingkungan Belender Kelurahan Maleber yang berprofesi sebagai pedagang sayuran di Pasar Manis Ciamis, mengakui dirinya tidak bisa melepaskan diri dari jeratan rentenir ini. “Suku bunganya dari jasa bank keliling ini memang sangat mencekik leher tapi, ya tetap meminjam juga karena memang prosesnya cepat tidak berbelit-belit, cukup hanya selembar foto copy KTP tanpa harus menyertakan agunan. Berbeda sebaliknya ketika meminjam ke perbankan, syaratnya yang dirasa merepotkan harus menunggu proses yang lama,” kata Wiwi.

Atas fakta hal tersebut diatas, menimbulkan keheranan dari aktivis Lembaga Perlindungan Konsumen Kabupaten Ciamis, Andi Al Fikri. Menurutnya, maraknya rentenir di Kabupaten Ciamis adalah permainan perbankan dan lemahnya pengawasan dari pemerintah itu sendiri dalam hal ini Bank Indonesia (BI) sehingga mengakibatkan korban masyarakat kecil di tengah  ketidakberdayaannya akibat himpitan ekonomi berani menanggung resiko meminjam dengan suku bunga yang mencekik leher. “Akibatnya sudah bisa ditebak bukannya berkembang usahanya malah dirinya terlilit hutang yang tidak kunjung selesai yang berakibat depresi akibat tekanan si debcolektor. Kalau sudah kejadian begini siapa yang harus bertanggungjawab terus sejauh mana pengawasan terhadap program-program kredit yang dikucurkan untuk membantu usaha kecil menengah karena faktanya seperti ini,” tegas Andi.

Pemerintah terus berupaya untuk memerangi rentenir dengan mengucurkan berbagai pinjaman, misal melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pinjaman lainnya. namun apa yang terjadi, kata Andi, semua tetap tidak bisa membinasakan rentenir dari bumi ini. Karena syarat untuk mendapatkan sangat berbelit-belit. Selain itu, fasilitas pinjaman itu tidak semua warga atau pedagang kecil bisa menerimanya. Namun semua itu tidak ada yang mustahil, semua bisa diatasi termasuk rentenir. Sekarang tinggal dari kemauan pemerintah saja, mau atau tidak membuat program pinjaman untuk rakyat atau pedagang kecil dengan syarat ringan atau minimal cukup dengan foto copy KTP. Jika itu bisa dilakukan, rentenir lambat laun akan lenyap. (Tim)